![]() |
Gambar dari sini |
Judul: Dari Puncak Baghdad – Sejarah
Dunia Versi Islam
Penulis: Tamim Anshari
Penerjemah: Yuliani Liputo
Penerbit Indonesia: Zaman
Tahun terbit Indonesia: 2012
Perolehan: Pinjem Esti. Esti pinjem
“calonnya” ha ha..
Judul asli: Destiny Disrupted: A
History of the World through Islamic Eyes
Penerbit Asli: Public Affairs
Tahun terbis asli: 2009
…
Apa ya?
Buku ini, emejing! Dan Asik!
Kalian tau kan sejarah dunia versi buku
sekolahan? Tentang babilonia, yunani kuno, bizantium, konstantinopel,
Roma, Zaman kegelapan Eropa, ekspedisi-ekspedisi maritime, penemuan
benua Amerika, revolusi industry, munculnya Kristen protestan. Yah
begitulah. Disisi lain di pelajaran agama atau di madrasah atau TPA
sore hari, ustad bercerita atau memberi pelajaran tentang Tarikh
Islam. Sejarah Nabi-nabi. Dan yang paling gamblang Nabi Muhammad.
Nah, pernahkah anda terusik dengan pertanyaan. Waktu Nabi lahir itu
Roma lagi ngapain ya? Kan Agama Kristen sudah menyebar tu dan jadi
agama mayoritas disana. Trus katanya Nabi itu pernah mengirimi surat
kaisar Roma ngajak masuk islam. Memang sejauh apa hubungan mereka?
Bagaimana pada akhirnya konstantinopel pusat kerajaan kriten Eropa
TImur jadi Turki dan jadi Negara muslim? Kenapa Timur (Dunia Islam)
dan Barat (Eropa dan Amerika) itu kayak dua dunia yang berbeda?
Apakah mereka tidak pernah saling bersentuhan? Lalu, pertanyaan
paling penting: Sejarah Umat Islam yang kita pelajari di madrasah
atau TPA yang begitu waow itu kenapa sedikit sekali dibahas di buku
sejarah sekolah? Paling Cuma pas perang salib atau penakhlukan
konstantinopel. Tidak lebih.
Nah, jawabannya ada di buku ini.
Maksudnya, kalau kita biasa memahami sejarah dunia di sekolah yang
sumbernya banyak dari Barat. Maka ini adalah buku sejarah dunia tapi
dari kacamata Dunia Islam.
Baiklah, pengantarku itu kurang menarik
dan meyakinkan sepertinya. Maka saya kutipkan saja pengantar penulis
aslinya yang ada di buku ini (yang dalam kasusku, membaca
pengantarnya saja saya sudah tau kalau buku ini asik):
Sejarah dunia selalu merupakan cerita
tentang bagaimana “kita” sampai di sini sekarang, sehinggan
bentuk narasi secara mendasar bergantung pada siapa yang kita maksud
dengan “kami” dan apa yang kita maksud dengan “di sini dan
sekarang”. Sejarah dunia Barat tradisional mengandaikan bahwa di
sini dan sekarang adalah peradaban industrial (dan pascaindustrial)
demokratis. Di Amerika Serikat anggapan lebih lanjut menyatakan bahwa
sejarah dunia mengarah pada kelahiran cita-cita pendirinya tentang
kebebasan dan kesetaraan serta akibatnya pada kebangkitan sebagai
sebuah adidaya yang memimpin planet menuju ke masa depan. Premis ini
menetapkan arah bagi sejarah dan menempatkan titik akhir di suatu
tempat di ujung jalan yang sedang kita tempuh sekarang. Itu membuat
kita rentan terhadap dugaan bahwa semua orang sedang bergerak dalam
arah yang sama, meskipun sebagiannya belum begitu jauh melangkah
–entah karena mereka mulai terlambat, atau karena mereka bergerak
lebih lambat—yang karena itulah kita menyebut Negara-negara mereka
“Negara berkembang” (haa.. haaaa asik kan?)
Ketika masa depan ideal yang
dibayangkan oleh masyarakat pascaindustrial demokratis Barat yang
diambil sebagai titik akhir sejarah, bentuk narasi yang menuju ke
di-sini-dan-sekarang mencakup tahapan-tahapan sebagai berikut:
- Kelahiran peradaban (Mesir dan Mesopotamia)
- Zaman klasik (Yunani dan Roma)
- Zaman kegelapan (kebangkitan Kristen)
- Kelahiran kembali: Renaisans dan Reformasi
- Pencerahan (penjelajahan dan ilmu pengetahuan)
- Revolusi (Demokrasi, Industri dan Teknologi)
- Bangkitnya Negara-Bangsa: Perjuangan demi Kerajaan
- Perang Dunia I dan II
- Perang Dingin
- Kemenangan Kapitalisme Demokratik
Tapi bagaimana kalau kita melihat
sejarah dunia versi Islam? Apakah kita cenderung menganggap diri kita
sebagai versi kerdil Barat, berkembang menuju titik akhir yang sama,
tetapi secara kurang efektif? Saya kira tidak. Salah satu alasannya,
kita melihat batas berbeda yang membagi tentang waktu menjadi
“sebelum” dan “sesudah”: tahun nol bagi kita adalah tahun
Nabi Muhammad bermigrasi dari Makkah ke Madinah, Hijrahnya, yang
melahirkan masyarakat muslim. Bagi kami, komunitas ini mewujudkan
arti dari “beradab”, dan menyempurnakan cita-cita ini akan
terlihat seperti dorongan yang telah memberi bentuk dan arah sejarah.
Tetapi pada beberapa abad terakhir,
kita akan merasa ada sesuatu yang kacau dengan arus itu. Kita akan
tahu masyarakat itu telah berhenti berkembang, telah semakin bingung,
mendapati dirinya dirasuki oleh arus berlawanan yang bergejolak, arah
sejarah yang bersaing. Sebagai ahli waris tradisi muslim, kita akan
dipaksa untuk mencari makna sejarah dalam kekalahan, bukan kemenagan.
Kita akan merasakan konflik antara dua dorongan: mengubah pemahaman
kita mengenai “beradab” agar sejajar dengan arus sejarah atau
melawan arus sejarah untuk menyelaraskannya dengan pemahaman kita
mengenai “beradab”.
Jika masa kini yang terhambat
sebagaimana dialami masyarakat Islam itu yang akan diambil sebagai
di-sini-dan-sekarang yang harus dijelaskan oleh narasi sejarah dunia,
maka ceritanya barangkali akan terbagi ke dalam tahapan-tahapan
sebagai berikut:
- Zaman Kuno: Mesopotamia dan Persia
- Kelahiran Islam
- Kekahlifahan: Pencarian Persatuan Universal
- Perpecahan: Zaman Kesultanan
- Bencana: Tentara Salib dan Mongol
- Kelahiran kembali: Era Tiga Kekaisaran
- Perembesan Timur oleh Barat
- Kemenangan Modernis Sekuler
- Reaksi Islamis
Nah, gitu. Kebayang ya, asiknya buku
ini? Yang menjadi kabar bahagianya lagi si penulis itu mengibaratkan
ia mengisahkan sejarah ini seperti misalnya kita bertemu dengannya di
warung kopi kemudian bertanya “Apa sih sejarah dunia pararel itu?”.
Begitu! Jadi tidak ada penanggalan yang rumit disini. Juga penyebutan
garis keturunan suatu tokoh dalam sejarah Islam.
Maka, buku ini terdiri dari beberapa
Bab sebagai berikut:
- Dunia Tengah
- Hijrah
- Kelahiran Kekhalifahan
- Perpecahan
- Kerajaan Bani Ummayah
- Zaman Abasiyyah
- Ulama, Filsuf, dan Sufi
- Masuklah orang Turki
- Malapetaka
- Kelahiran Kembali
- Sementara itu di Eropa
- Barat mendatangi Timur
- Gerakan Reformasi
- Industri, Konstitusi, dan Nasionalisme
- Munculnya Sekuler Modernis
- Krisis Modernitas
- Arus Balik
Buku ini layaknya novel yang kita tidak
akan bisa berhenti membacanya sebelum selesai. Juga tidak akan
membolak-balik halaman sebelumnya karena lupa rentetan ceritanya.
Kita juga akan mempunyai gambaran yang cukup gamblang tentang
pertanyaan “Kenapa?” yang sering menggelayut ketika melihat
fenomena tentang Islam saat ini, tentang kapitalisme, tentang system
ekonomi yang berkuasa, tentang demokrasi, tentang konflik antar
Negara, tentang kekuasaan adidaya dll yang mungkin perlu belajar
sejarah sampai S3 jika kita tidak bertemu dengan buku ini.
Jika ada kekurangan dalam buku ini
adalah perasaan seperti.. “tabu” ketika sang penulis
menggambarkan tentang islam. Seperti ini contohnya:
"Di antara banyak kuil di Makkah ada
bangunan berbentuk kubus dengan sebuah batu yang dimuliakan di
pojoknya, sebuah batu hitap mengkilap yang jatuh dari langit pada
zaman dahulu kala –sebuah meteor, mungkin. Kuil itu disebut Ka’bah,
dan dongen suku-suku mengatakan bahwa Ibrahim sendirilah yang
membangungunnya, dengan bantuan putranya Ismail. Dst…"
Bagi kita yang biasa membaca sejarah
Islam dari kitab-kitab tarikh atau Siroh, membaca ini rasanya pengen
marah-marah karena penggunaan bahasanya. Tapi kemudian pikirkanlah
bahwa buku ini terbit dan diedarkan di Amerika. Maka kita akan
sedikit maklum. Terlepas itu, mungkin sang penulis dianggap sebagai
orientalis yang oriental he he..
Nah, membaca buku ini atau resensi
saya, mungkin timbul pertanyaan: “Memang penulisnya tu siapa sih?”.
Maka, berikut saya kutipkan profil penulis yang ada di halaman
belakang buku ini:
Tamim Anshari adalah sejarawan dunia,
penulis memoir West of Kabul, East of New York. Dan penulis
pendamping korban ranjau darat Afganistan Farah Ahmadi buku terlaris
New York Times, The Other Side of the Sky. Dia telah memberikan
kontribusi besar pada beberapa buku pelajaran sejarah sekolah
menengah di Negara-negara Barat. Dia menulis kolom bulanan untuk
Encarta.com dan telah menerbitkan esai dan komentar di San Fransisco
Chronicle, Salon, Alternet, TomPaine.com, Edutopia, Parade, L.A.
Times, dan di tempat lain. Direktur San Fransisco Writers Workshop
ini sekarang tinggal di San Fransisco.
Dari pendahuluannya juga diketahui
bahwa dia dibesarkan di Afghanistan muslim. Katanya lebih lanjut:
Bukan saja saya dibesarkan di sebuah Negara Islam, tapi saya juga
dilahirkan dalam sebuah keluarga yang pernah memiliki status social
yang tinggi di Afghanistan berdasarkan sepenuhnya reputasi keshalehan
dan pembelajaran agama kami. Nama belakang kami mengindikasikan bahwa
kami adalah keturunan Ansar “penolong”, orang-orang Madinah
pertama yang menganur Islam dan membantu Nabi Muhammad melarikan diri
dari pembunuhan di Makkah dan dengan demikian memastikan kelangsungan
hidup misinya.
Yang paling terakhir, kakek dari buyut
saya adalah seorang mistikus muslim local terhormat yang makamnya
menjadi tempat suci bagi ratusan pengikutnya sampai hari ini, dan
warisannya berlanjut hingga ke masa hidup Ayah saya, menanamkan dalam
marga kami rasa kewajiban untuk mengetahui hal-hal ini dengan lebih
baik daripada rata-rata orang. Saya terbiasa mendengar anekdot
muslim, komentar, dan spekulasi di lingkungan saya dan sebagiannya
meresap dalam, meskipun temperamen saya sendiri entah bagaimana
perpaling secara tegas kea rah sekuler. Setelah saya
pindah ke Amerika serikat, saya lebih tertarik dengan Islam daripada
yang pernah saya alami selama hidup di dunia muslim. Minat saya
bertambah ketika adik saya memeluk islam “fundamentalis”. Saya
mulai menyelidiki filsafat islam blab la bla..
Jadi buku ini is very very recomemded!
0 komentar:
Posting Komentar