Senin, 25 Maret 2013

Si Super Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh


Link Gambar

Emmm, pernahkah kamu bercakap-cakap dengan dirimu sendiri? Baik dalam percakapan yang bertentangan atau melengkapi? Aku sering. Bertanya suatu hal, lalu menjawab sendiri, menyanggah sendiri, melengkapi jawaban sendiri dari berbagai sudut pandang, dan, mengambil kesimpulan sendiri. Itulah yang dilakukan Dee kurasa dalam Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Pasangan gay itu, percakapannya adalah percakapan dalam diri Dee sendiri. Mungkin. Mungkin, mungkin. Tidak, tidak, tidak. Bukan cuma itu. Bahkan itu adalah percakapannya sendiri ketika akan membuat novel, membuat cerita. Kan, si Ruben sama Dimas sedang membuat cerita juga. Ada sisi logis di Ruben yang pakai teori macem-macem dan Dimas di sisi melankolis dalam meramu cerita dalam karya mereka. That was Dee. Memang, membaca karyanya membuatku merasa sokkenal dengannya. Ehm! Habis, setiap karyanya kan memang seperti di kasih nyawa dari dirinya sendiri.

Jadi, Supernova seri satu ini memang seperti jaring-jaring, yang entah bagaimana terhubung. Siapa yang bikin jaring-jaring dan siapa yang nyangkut di jaring-jaring nggak jelas. Sepertinya sih memang Ruben dan Dhimas yang membuat tokoh Diva, tapi dibagian lain sepertinya justru Dhimas dan Ruben lah yang ada dalam cerita Diva sebagai Supernova. Memang cerita ini sepertinya nggak akan dimengerti tanpa membaca tuntas semua serinya. Ya, dalam jarring-jaring yang dibuat di Supernova seri satu itu tersangkut cerita-cerita dan tokoh-tokoh dalam seri lain yang masih di rahasiakan oleh penulisnya. Look! Penulis, dalampenulis, dalam penulis, dalam PENULIS yang membuat cerita satu jagad raya! Ah entahlah, nggak nyampe otak gue.

Supernova bukan novel Pop, at all!! Jadi jenis temanku yang baca karya Andrea Hirata aja puyeng, baca ini akan tambah puyeng. Well, then, sebenarnya kalau cerita Ferre, Rana dan suaminya saja yang diceritakan, maka sesungguhnya itu sangat nge-pop. Cerita wanita yang jatuh cinta padahal sudah punya suami dengan latar belakang apapun ada banyak. Cuman proses pembuatan cerita itu oleh Ruben dan Dimas yang bahkan pakai teori Fisika Quantum plus adanya Diva, itu bedanya. Yah itu tadi: cerita dalam cerita dalam cerita dalam cerita. Sudah. Itu saja kesan saya sehabis baca buku Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh.


Okkeeeee, buku apa aja yang sudah kubaca setidaknya dalam bulan ini? Ya, ada 3 seri Supernova-nya Dee yang bikin gila, masih Dee dalam bentuk Madre, and finally, I were finished The Journy-nya Gola Gong. Oya, aku memang orang anti mainstream. Samasekali! Bukan karena anti mainstream lagi mainstream sekarang. Tapi emang dari dulu begini. Aku nggak peduli buku apa yang lagi ngetrend sekarang, selama aku nggak kepengen (baca: nggak mampu mendapatkannya), maka aku nggak akan membacanya. Seperti contohnya, Supernova. Tu novel udah kukenal dari sejak aku SMP. Waktu itu aku yang masih tinggal di negeri antah berantah, dalam kesempatan 5 tahunan sekali pergi ke pusat kota yang ada Gramedianya, aku ketemu sama Supernova. Bahkan waktu itu sudah seri kedua yang lahir. Seri Akar setelah Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Masih dalam sampul yang lama, dan masih terbitannya Truedee. Waktu itu, buku itu sangat tidak terjangkau! Jadi ya, hanya membaca sinopsisnya di sampul belakang dan menyimak cerita Dee suatu kali tentang bukunya saat jadi bintang tamu di acara campur-campur ANTV dengan host Rina Gunawan yang belum pake jilbab. Beuuuuh, inget banget kan gue!

Dan sekarang, aku sudah membacanya! Tiga-tiganya! Ha haha. Hmmm… Supernova memang masih tak terjangkau, tapi apa sih yang nggak bisa kalau udah ada internet? Heuheuheu.. Yap! Aku baca 3 seri Supernova dalam bentuk PDF di notebook. Maaf ya Dee. Dulu, pertama ketemu sama Elektra di Petir. Belum selesai baca, PDFnya kepotong. Akhirnya cari sendiri sekalian tiga-tiganya, sekitar setengah tahun yang lalu (eh, setengah tahun tu 6 bulan lhoo, jadi itu nggak lama!) dan baru kubaca kurang lebih mulai dari 4 bulan yang lalu secara urut. Si Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh nggak dapet PDFnya tapi dapet format apa gitu.. yang akhirnya setelah kucopast secara paksa dalam bentuk word jadi ancur gila. Mulai dari Header, sub judul, isi, tanda sambung, catatan kaki, sampe footer semua sambung menyambung menjadi satu tanpa putus. Tapi tetep bisa kubaca sampai makan waktu sekitar 4 bulan. Ha haaaa… ih,  ceritaku ni penting nggak sih? Penting! Karena setelah ini aku akan bilang kalau si Bodhi dan Elektra kemudian aku kenal hanya dalam waktu kurang dari 24 jam! Ya, aku mulai baca sekitar jam 9an pagi dan selesai sekitar jam 5 pagi lagi. Waktu itu weekend dan aku sedang patah hati karena nggak jadi pulang ke Jogja karena hari kecepitnya nggak libur. Heuheu…
 

Share:

0 komentar:

Posting Komentar