Rabu, 10 Desember 2014

The things they carried

Kemarin saat pindahan Surabaya-Jogja-Lampung, packing barang-barang dan menemukan lagi buku dengan judul diatas. Buku yang belum selesai dibaca. Tulisan Tim O'brien. Beli dari taun jebot di pameran atau obral buku Gramedia, lupa! Yang pasti harganya murah.

Tim O'brien ini Veteran perang Vietnam. Terekrut karena wajib militer. Selesai dari tugasnya hidup damai di kotanya bersama keluarga. Kemudian menuliskan kisah-kisahnya selama perang secara fiktif_dia bilang begitu. Tapi aku yakin, sefiktif-fiktifnya pasti banyak yang sungguh-sungguh pernah terjadi.

Diceritakan secara garing dan datar luar biasa. Aku sampe mati bosan. Ini sebenernya juga belum selesai aku bacanya. Kurang 2 bab.

Bayangkan ada 2 atau lebih laki-laki (yang hidupnya keras) usia 40an. Duduk di kedai kopi atau angkringan. Mereka mengobrol sambil menerawang tentang kehidupan masa lalu yang penuh perjuangan sekaligus kekonyolan khas anak muda. Sambil sesekali menghisap rokok, menenggak kopi dan mengunyak kacang. Terbatuk, mendengus dan tertawa singkat, haha! Maskulin banget pokoknya. Yah begitulah kira-kira. Garing. Nggak asik.

Udah gitu, banyak kisah yang diceritakan berulang tapi dengan tujuan berbeda. Dengan sudut pandang beda. Sudut pandang ia waktu kejadian berlangsung banding sudut pandang saat ia menuliskan kisah tersebut. Kadang pengulangannya karna 2 tema berbeda. Satunya bicara tentang kematian. Satunya tentang keberanian yang banyak/ keberanian yang sedikit (pengecut).

Begitulah...

Tapi tiba-tiba, ada ide yang nyangkut di kepala gara-gara novel garing ini: bikin cerita kayak gini tentang relawan. Ha ha ha. Kalau dipikir-pikir, aku sekarang sedang ada di fase seperti O'brien saat menulis novel ini. Veteran relawan, tinggal kesepian di kota_desa_nya dan kurang kerjaan. Waha! Oh satu lagi, terlalu banyak kenangan untuk diendapkan begitu saja. Mweheee...

Lagipula, kalau diingat-ingat, meski aku sering nulis, aku jarang banget nulis tentang relawan. Di note FB kayaknya kurang dari 5. Di Blog sama sekali ndak ada. Kecuali tentang personalnya. Dan yang di FB itu lebih ke laporan kegiatan. Dan padahal kemaren ada lomba nulis cerita dari relawan. Temanya tentang berbagi. Aslinya pengen ikut. But have no idea.

Subuh-subuh bertapa mengaduk memori. Apa yang kurasakan tentang berbagi, slama ini, di relawan. Berharap bisa menimbulkan hasrat buat nulis. Tapi tidak terjadi apa-apa. Blank. Gelap! Kyaaa... Jadi curiga, jangan-jangan nikmat/hikmah berbagi selama ini belum pernah aku rasain. Kerasanya aku yang nerima banyak malahan. Kayaknya gitu. Hummm... Intinya nggak bisa nulis. Nggak ikut lomba dan nggak menang. Yeeee -_-

Jadi, tulisan-tulisan setelah ini adalah serial kerelawanan. Fiktif! Yang terinspirasi oleh kisah nyata dan akan segera difilmkan. Wohooo... Apabila ada kesamaan cerita/karakter/peristiwa itu adalah sebuah kesengajaan. Semoga ndak ada yang merasa dirugikan. Kritik dan saran bisa dikirim ke nunungnhd@gmail.com atau langsung aja komen :)

Sabtu, 06 Desember 2014

The rain will fall the rain will fall..

Hujan. Aku lupa, kapan terakhir kali sengaja menghujan-hujankan diri. Kalo ndak salah pas masih ngekos di Jogja di tempat jemuran :D

Kalau kehujanan di jalan sering. Pake atau nggak pake mantel. Atau pas ada kegiatan terus hujan padahal harus wira-wiri, hujannya ditabrak aja. Yang begitu juga sering. Nggak pernah mikir bakal kenapa-kenapa kalo kena air hujan. Kecuali barang-barangku yang bakal kenapa-kenapa kalau kena hujan. Kalo udah gitu milih nunggu sampe reda. Bersyukur banget kalo di tas lagi ada tas kresek. Barang masukin situ semua, baru dimasukin ke tas. Abis itu lanjuuut.

Aku punya kenangan yang pekat saat hujan. Tentang keceriaan, kepolosan dan jiwa tanpa bebannya kanak-kanak. Juga tentang kepasrahan sekaligus pengharapan yang sangat pada Yang Maha mengatur hidup. Meski masih kanak-kanak. Kenangan yang nggak akan pernah hilang. Kalau lagi nggak di rumah, trus hujan, trus inget kenangan ini bisa mewek dan kangen berat sama Babe.

Lama setelah masa kanak-kanak itu tak pernah memikirkan tentang hujan. Sampai saat pikiran suka mengejawantahkan satu-satu apa yang dirasakan. Dan yang terpikirkan saat aku abis kehujanan adalah, wajahku jadi seger dan berseri-seri. Semacam jadi agak cantik dikit. Huahuaaa... *tukan mau bikin tulisan melow gajadi

Alasan itu adalah alasan yang mirip dengan alasanku pake jilbab: Aku suka melihat bayanganku di siang bolong kalau lagi pake jilbab. Dengan kain menjuntai-juntai di kepala ala Annida. Ikon majalah muslimah waktu itu. Alasan yang aneh -_-"

Aku pernah cerita hal itu ke Bapak-bapak kantor, bahwa kalau lagi di jalan trus hujan aku malah menengadahkan kepalaku membiarkannya menyegarkan wajahku. Trus tau dong apa reaksi mereka. Iya, aku diketawain. Tapi biarin :p

Ada banyak lagu manis juga tentang hujan. Hujan-Utopia. Waktu hujan turun-SO7. Hujan jangan marah-ERK. Perempuan hujan-The Rain. Rindu pelangiku-Sherina. Menjemput impian-Kla Project. It's gonna rain-Ost. Samurai X. Tears drop in the rain-Lagu Korea gatau sapa yang nyanyi. Dan yang most Vavorito: The rain will fall-Mocca.

All that i need now
Is the rain to fall from the sky
To wash away my pain inside
All that i need now
Is the rain to fall from the sky
The rain will fall
The rain will fall

Hahaa.. Emang kalo mau nangis tapi nggak ketauan nangisnya sambil hujan-hujanan.

Kemaren abis hujan-hujanan di jalan. Senyum-senyum sambil ribut memanjatkan do'a. Salah satunya: semoga busi motornya nggak konslet dan bikin mogok lagi haaa... Sampe rumah disuruh nganter ibu kondangan. Langsung laksanakan tanpa ganti baju. Ikut masuk dan makan pake baju basah. Waaa...

Trus ini aku kutipkan tulisan kece badai tentang keberkahan hujan dari buku lapis-lapis keberkahan karya Salim A Fillah. Biar ni tulisan nggak cuma curhat doang. Hee...

Dalam hujan di lapis-lapis keberkahan, Nabi Shalallahhu 'Alaihi wa Sallam memerintahkan kita untuk mentauhidkan Allah sebagai satu-satunya yang kuasa menurunkan karunia. Tersunahkan ucapan: "Umthirnaa bifadhlillaahi wa rahmatih. Kami dikaruniai hujan dengan karunia Allah dan rahmatNya"; agar kita tak menisbatkan rintik ataupun lebatnya pada bintang ini dan gemintang itu. Inilah yang akan menderaskan lapis-lapis keberkahan di dalam tiap butir-butir air yang berdebur.

"Perbanyaklah berdoa di kala hujan turun," demikian 'Abdullah ibn 'Abbas Radhiyallahu 'Anhuma menasihatkan, "sebab ketika itu pintu-pintu langit sedang dibuka." Adapun doa asasi yang diajarkan Sang Nabi ketika hujan turun dalam riwayat Imam Al-Bukhari adalah ucapan, "Allaahumma shayyiban naafi'an. Ya Allah, jadikanlah hujan ini penuh kemanfaatan.

"Disunnahkan untuk berbasah-basahan dengan hujan ketika ia turun," demikian ditulia Dr. Nashir ibn 'Abdurrahman Al-Juda'i dalam At-Tabarrak Anwa'uhu wa Ahkamah," serta mengeluarkan pakaian, perkakas, dan kendaraan agar terkena hujan." Ini didasarkan pada hadits Anas ibn Malik dalam Shahih Muslim saat beliau menyaksikan Sang Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menyingkap pakaiannya agar air hujan mengenainya. "Kami bertanya," ujar Anas, "'Wahai Rasulullah, mengapa kau lakukan ini?' Beliau menjawab, 'Sebab hujan itu diturunkan dari sisi Rabbnya."

Demikian pula Imam Al-Bukhari mengetengahkan riwayat bahwa Ibn 'Abbas jika hujan turun, maka beliau memerintahkan agar pelana dan pakaian beliau dikeluarkan, kemudian beliau turut berhujan-hujanan sejenak sembari membaca Surah Qaaf ayat ke sembilan.

Dan sekarang, right here right now lagi huja. Kamar bocor. Ah biarin. Biar makin berkah :D

Ntms: apalin surat Qaafnya! Jangan lagunya :p

Kamis, 04 Desember 2014

How to train your (dragon) child

Hari ini baca poster dibawah dan mupeng luar biasa.

Beberapa kali denger temen promoin buku Prophetic Parenting dan mupeng tiada tara.

Akhir-akhir ini sering berurusan dengan anak-anak dan jadi pengen belajar banyak tentang mereka. Tentang cara mendidik mereka.

Aku si ga terlalu suka anak-anak. I mean, aku punya banyak temen yang langsung girang bukan kepalang kalo ketemu anak-anak, ngajak mereka main dan membina hubungan baik sama mereka sampe tingkat mendalam. Sebaliknya, anak-anak juga suka mereka. Menurutku itu yang dimaksud 'suka anak-anak'. Dan aku nggak gitu-gitu amat.

Cuma aku suka sama orang tua mereka_trus aku diketawain sama temenku coba. Menurutku, hidup ini terlalu singkat untuk dilewatkan sama anak yang menyusahkan. Meski ga sampe bikin bangga, tapi seenggaknya jangan nyusahin. Selain itu ada satu hal lagi yang membuatku ga bisa ga peduli sama mereka. Tapi rahasia :p

Nah bicara soal poster sama buku itu, bicara tentang cara mendidik anak. Itu pekerjaan seumur hidup bagi orang tua. Utamanya Ibu. Karna Ibu adalah Madrosatul Ula. Sekolah pertama bagi para anak. Yakalo jadi guru aja harus kuliah dulu, daftar PNS, ujian, penataran, sertifikasi apalagi jadi Ibu. Kalo jadi Murobbi aja harus belajar dulu, ikut dauroh dulu, banyak baca buku, apalagi jadi ibu.

Nyatanya juga, bahkan untuk bisa mengenali, menyelami sampe kemudian ngasih intervensi ke satu anak aja nggak gampang. Dan yaitu tadi, kita harus punya cara atau metode yang jadi pegangan. Dari banyaknya model dan gaya hidup masa kini, kita mau didik anak pake model apa? Ngikutin siapa?

IMHO, nggak cuma urusan didik anak sih, tapi di segala urusan kita udah dikasih role model yang sempurna, meski beselisih waktu milenia. Sudah dikasih kitab yang isinya cerita. Sudah dikasih aturan jelas dan adil mengenai hak dan kewajibannya. Tinggal mengkaji dan mengamalkan dengan ikhlas lanjut tawakkal.

Kalau dari hasil perenungan akibat terjun langsung aku menemukan beberapa cara. Aslinya pengen klarifikasi dulu ke seminar atau bukunya, tapi udah pengen cerita ini. Heheee...
Yaitu adalah:

1. Bagaimanapun anak-anak itu suka cerita. Buktinya mereka suka Mahabarata dan hafal kisahnya. Seringkali ditemukan bisa mengambil hikmah dari kisah itu.

2. Perlakuan dan kebutuhan anak perempuan dan anak laki-laki tu beda. Cara mereka tumbuh baik fisik, mental dan kejiwaannya aja beda. Maka, sistem pendidikan formal yang mencampur mereka itu bikin aku berkernyit, nyusahin guru_aku maksudnya.

3. Sepertinya mereka itu suka berkhayal. Ini masih spekulasi. Spekulasi primordial banget. Dan ini mungkin bisa dimanfaatkan.

4. Jangan remehkan kemampuan mereka untuk menyerap informasi, mengingat dan mengasosiasi. Meski tampaknya mereka nggak ngerti. Mereka hanya belum punya kemampuan dan cukup kosakata untuk mengeluarkan pemikirannya.

5. Ada masanya seseorang itu bisa sangat disenangi anak-anak padahal dia nggak ngapa-ngapain dan padahal biasanya anak-anak nggak suka sama orang itu. Katanya itu indikasi kematangan jiwa seseorang sehingga auranya keluar. Engngngng... Yang ini emang nggak nyambung :p

*maaf jika isi jauh dari ekspektasi anda dan nggak nyambung sama judulnya. Itu judul kece menurutku :D