Tampilkan postingan dengan label Sehabis Nonton Film. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sehabis Nonton Film. Tampilkan semua postingan

Jumat, 20 Oktober 2017

Mari meneladani Zainudin dan Hayati_TKVDW the film



Hmm hmm..

Belum benar – benar sembuh sih dari penyakit tak bisa berkata – kata. Jadi masih agak takut – takut. Hi hi.. Jadi pelan – pelan ya..

Sekitar akhir tahun 2015 kemarin akhirnya saya menonton film 'Tenggelamnya Kapal Van der Wijck'. Di tipi dong. Karena saat filmnya launching, saya sudah berada di hutan. Tapi sebelumnya saya sudah pernah membaca bukunya. Reviewnyabisa dilihat disini.

Secara singkat, film adaptasi novel ini dibuat sama dengan cerita aslinya. Tentang seorang pemuda_yang dianggap_ tak bernasab. Bapaknya orang Minang yang masyarakatnya matrilinial. Sedangkan ibunya orang Makassar yang masyarakatnya patrilinial. Zainuddin namanya. Ia lahir di Makassar, namun kemudian merantau ke Minang setelah ibunya meninggal. Mengharap untuk mendapat keluarga baru. Namun disana ia tidak terlalu diakui karena ibunya bukanlah orang Minang. Merasa terasing. Namun kemudian ia bertemu Hayati yang baik hatinya. Zainuddin merasa diterima. Hayati pun memiliki simpati dan perasaan belas kasih. Keduanya jatuh cinta. 

Dengan pengantar seperti itu, bisa diduga bahwa kisah tidak akan berakhir bahagia. Latar belakang sosial Zainuddin menjadikan kisah cintanya tidak mulus. Terkendala restu dan adat. Hayati akhirnya menikah dengan pemuda lain yang lebih disetujui keluarganya. Huw huw huw huwwwww.. T_T
*break dulu. Ngusap air mata* 

Akhirnya Zainuddin patah hati_menurutku sih keduanya patah hati_bahkan sampai almost crazy. Tapi Allah masih baik kepadanya. Masih ada orang – orang yang peduli dengannya yang terus memberinya penyadaran. Bahwa ia masih mempunyai sesuatu yang bisa diperjuangkan. Minat dan bakatnya dalam menulis mendapatkan pengakuan dari masyarakat.

Zainuddin merantau lagi. Kali ini ke Jakarta. Berniat menekuni kariernya untuk menjadi penulis. Dan ia berhasil bahkan sukses. Kariernya ini juga yang membawanya pindah lagi ke Surabaya.
Sementara Hayati dan suaminya hidup dalam pernikahan yang kurang bergairah. Sang suami merasa tak bisa mendapatkan cinta istrinya meski tlah menikahinya. Padahal Hayati telah berusaha untuk menjadi istri yang baik. Dia telah berusaha mengubur dalam – dalam perasaannya. Karena urusan pekerjaan, mereka pun pindah juga ke Surabaya. Disanalah mereka bertemu kembali. 

Cerita yang dari awal sudah dramatis, bertambah dramatis. Satu – satu diantara mereka tersiksa dengan perasaannya masing – masing. 

Suami Hayati memanglah berperangai buruk sejak awal. Saat di Surabaya hal itu memburuk. Sampai frustasi dan bunuh diri. Menyerahkan Hayati pada Zainuddin. Sedang Zainuddin yang diserahi tak bisa menerima. Ia sudah memaafkan Hayati, namun masih belum bisa melupakan rasa sakitnya. Jangan tanya cinta, Hayati tak pernah pergi sedikitpun dari hati dan pikirannya. 

Zainuddin mengirim Hayati pulang ke kampung halamannya sepeninggalan suaminya. Ini amat menyakitkan bagi Hayati. Ia sudah ungkapkan segala isi hatinya, tapi Zainuddin tak tergoyahkan. Hayati pulang menaiki kapal Van der Wijck. Kapal itu mengalami musibah dan tenggelam di pantai utara. Di lamongan. 

Hayati masih selamat. Ia dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Zainuddin begitu mengetahui kabar tersebut langsung mencari Hayati. Mereka bertemu, dan mengungkapkan pengakuan hati masing – masing, sayangnya untuk yang terakhir kali. Hayati menemui ajalnya.

Nah,, sekarang komennyaa.. hehe..

Tapi sebelum komentar dari saya, ada komentar – komentar teman yang ingin saya kutip. Jadi, kami memiliki group GJ di BBM. Tujuan, visi misi dan anggotanya tidak jelas. Jadi isi obrolannya juga seringkali tak jelas. Suatu waktu kita membahas tentang film ini. Saya tidak ikut berkomentar karena belum nonton, hakkkk!

Kebanyakan dari mereka, tepatnyaa.. dua orang, yaitu sebut saja dia MM dan BB tak habis pikir dengan tokoh dalam film itu. Yitu Zainuddin dan Hayati. “Gara – gara patah hati kok sampe segitunya” kurang lebih seperti itu komentar mereka.

“Kok sampe segitunya..”? Maksudnya? Haaaa.. aku jadi membayangkan filmnya memang dibuat sedramatis apasih? Maksudnya memang patah hatinya sampai seperti apa? Kan kalau di buku, setelah Hayati menikah Zainudin melamun, menangis, dan kehilangan semangat hidup. Tapi kan nggak sampai bunuh diri?! haa..

Dan pada akhirnya, tak lama, saat saya akhirnya menonton film ini, saya jadi 'ngomel – ngomel' dan ingin memprotes si MM dan BB. Pokoknya protess! Ingin memprotes di group dan mengatakan pada seluruh dunia tentang pendapatkuuuu uuuuu...

Itu tu.. seharusnya jangan dilihat dari sisi itunya. Jangan dilihat dari saat Zainuddin patah hatinya! Atau saat Hayati juga menangis – nangis di depan Zainuddin. Jangan! Ya.. gimana sih, kalau orang sedang patah hatinya? Ya seperti itu kan? Seperti ada yang tiba - tiba terlepas. Hilang tak tau kemana. Kayak kroak tinggal separo. Oke lah kalau MM dan BB atau teman – teman belum pernah merasakannya. I hope not. Jangan sampai. Tapi percayalah itu sakitnya beneran. Maksudnya, saking sakitnya, sampai kalau di kisah – kisah lain itu banyak yang endingnya lebih tragis. Bunuh diri misalnya. Atau gila. Nah lihatlah sisi yang bagian ini. Tentang bagaimana perjuangan orang yang patah hati untuk terus survive dalam hidup yang dianugrahkan kepadanya. Yang itu memerlukan sebuah kekuatan dan keberanian luar biasa. Dan tidak mudah. 

Harusnya justru tokoh – tokoh dalam kisah ini patut diapresiasi. In case kisah yang bertema patah hati, ini termasuk yang heroik. Bagaimana tokoh – tokoh dalam cerita ini berusaha matian – matian supaya tak mati sia – sia. Bagaimana untuk tetap hidup meski jiwa tak utuh lagi. Bagaimana bahkan untuk tetap berkarya dan berdaya di tengah – tengah masyarakat. Bagaimana mereka pada akhirnya memilih untuk tetap bertahan dan menguat ketimbang melemah dan kalah untuk kemudian mati sia – sia. *Ish.. kok ga diliat sisi ini nya sih..*

Zainuddin bahkan bisa menghasilkan karya dari kisah hidupnya yang pahit itu. Terus berusaha menerima dan berdamai dengan apa yang telah ia alami. Membagi kisahnya meski tak lugas. Ia bahkan tak ingin orang lain bernasib sama sepertinya. Ia bantu pemuda yang ingin menikah namun kesulitan biaya.
Juga Hayati. It is not easy for her at all. Ya.. kan perempuan memang cenderung mengikuti aturan dan norma – norma yang berlaku pada masyarakat apalagi keluarga. Betapapun itu bertentangan dengan hatinya. Memang dia yang memutuskan, tapi tak berarti ia tak patah hati. Ia bahkan harus berusaha mencintai orang lain. Ditambah kenyataan bahwa dia sendirilah yang telah menyakiti orang yang dia cintai. Padahal bagi orang yang mencinta, melihat yang dicintai sakit ia ikut sakit. Jadi sakitnya Hayati dobel – dobel. Actually sampai disini saya mulai sotoy dan berlebihan. Heuheu.

Artinya, kita manusia tak pernah tau dan tak pernah bisa memilih akan takdir yang telah dan akan menimpa kita. Yang pada akhirnya penting adalah bagaimana kita menyikapinya. Bagaimana kita menghadapinya. Apakah kita akan bertahan dan terus berjuang, atau menyerah dan melemah. Dan tentu saja sikap untuk tetap bertahan dan berjuang adalah sikap yang patut kita hargai.

Bahkan, Tere Liye sampai membuat novel yang ingin menyampaikan pesan bahwa, meskipun kau telah patah hati, kau masih bisa melanjutkan hidup. Karna "pecinta sejati tidak akan mati, sampai maut datang menjemputnya". Sang Penandai – Tere Liye.

Jadi mari kita hargai orang – orang yang keep trying to survive dengan hatinya yang tinggal separo. Untuk kemudian semoga saja menemukan Sepotong Hati yang Baru. Dan do’akanlah ia. Do’akan aku juga :D.

Gambar diambil dari sini
*Ditulis sudah sejak tahun yang lalu. Tapi baru bisa merapikan kembali untuk diterbitkan.

Selasa, 05 September 2017

AADC 2 setelah purnama ke 17

Midnight menuju hari Selasa, 5 September 2017. Akibat isi ulang modem dan ada bonus layanan HOOQ, tergodalah saya untuk coba-coba. Setelah log in, yang pertama pengen ditengokin adalah film india. Pengen aja gitu terbahak – bahak atau malah nangis bombai ngikutin alur cerita film bollywood. Tapi ngeliat listnya kok terlihat ga sesuai. Scroll ke film superhero. Kirain ada film Thor terbaru, ternyata masih yang lama. Yasudah ke film Indo aja. Klik aja ke AADC 2. Film yang udah rilis setahun lewat. Tidak kurang dari 17 purnama. Haha.. betapa kudetnyaaa.. :3

Singkat cerita, setelah habis menonton film AADC 2 itu yang terlintas di pikiran adalah: “Hah, ternyata happy ending?!!!”. Wkwkwkwk.. tapi sungguh, ini diluar ekspektasi. Saya kira akhirnya si embak Cinta sama mas Rangga itu akan kembali menjali hidup mereka masing – masing. Ya pisah aja gitu. Nggak jodoh. Haha.. dan saya menggerutu sendiri karenanya. Semacam nggak terima. Klise banget menurutku. Gak seru. Ditambah sedikit perasaan iri dan dengki “kok happy ending sih? Ih ih...”

Ha ha ha haaa....

Tapi yaa sudahlah. Lagipula, apa itu sesungguhnya yang kita sebut “The end”? Akhir seluruh kisah, atau cuma sepenggal? Lagipula ini Cuma film. Lagipula.. kenapa saya harus pusing sendiri? Wkwkwk..

Anyway,, selain hal tersebut diatas, nyaris nggak ada kesan – kesan mendalam yang saya rasakan setelah nonton film ini. Kecuali saat Rangga bertemu Ibunya. Menurut saya, justru itulah adegan paling menyentuh dan mendalam dari seluruh scene di film itu. Mas Nico juga kece beudh ekspresinya disitu. Ibaratnya, saat berantem sama Cinta atau pisah aja nggak pernah_diperlihatkan_Rangga nangis. Justru saat ketemu Ibunya itu dia benar – benar terlihat emosional sekali. Entah nangis atau enggak. Karena gak keliahat air matanya. Tapi kurasa itu nangis. Nangisnya cowok. Haha..

Yang jadi pertanyaan, kenapa paketan data internetan ku tetep kesedot walopun katanya ada bonus nonton dari HOOQ? Dasarrrr....!!

Daaann,, akusuka puisi ini:

Gambar dari sini

Kamis, 31 Juli 2014

Nonton lagi, 3 hati 2 dunia 1 cinta



It is Day 4 Lebaran. And, aku 4 harian acaranya Cuma glundang-glundung kayak semangka *nyontek status mbak ipar_my glundang-glundung’s mate ha haaa… Ya gak gitu2 jugag sih… Cuma ya, lebaran taun ini emang beda bingit. Ganjil. Gak tau di sebelah mana. Banyak factor. Hiii… yang pasti kerasa itu ya, temen2 yang tadinya bisa diajak jelong2 pada gabisa diajak. Kalo tadinya aku dan mereka sama statusnya, bujang perantauan gak terikat status kependudukan dengan tempat tinggal alias nomad, sekarang.. Mereka masih ada tapi beda status hihi… Haa malah curhat.

Ya disela-sela jadual kunjunganku ke sodara2, yang lain diisi dengan glundang-glundung itu tadi. Sambil baca, makan, nonton tipi, mainan sama ponakan, jait baju Barbie dan seperti sekarang, sambil nulis. Minimal ada hasilnya ha haa.. And I wanna made some story telling about the film I was watched. *tambahancurajainggrisku

Yeaah,, hari ini Kompas TV muter film ini: 3 hati 2 dunia 1 cinta. Sebenernya ini sudah kali kesekian aku menontonnya, tapi nggak ada bosennya. Banyak nilai yang bisa diambil disana. Ceritanya sederhana. Konfliknya sudah biasa. Cuma cara kemasnya, diksinya, percakapannya plusss pemain filmnya yang keren. Kali pertama aku menonton juga bukan di bioskop. Tapi di computer di rental yang dulu aku jaga. Tahun 2011an kayaknya. Dan di kali kesekian aku menontonnya ini, ada nilai lain lagi yang membuat jadi beda. Hal yang membuat tangisanku tambah kenceng dan keras. Padahal tadi aku liatnya pas udah tinggal ¼ ceritanya. Norak! *biarin :p

Setauku, film ini diangkat dari novel Ben Shohib berjudul: The Da Peci Code_iya emang terdengar seperti plesetan The Da Vinci Code. Aku belum pernah baca novelnya, Cuma di filmnya ditulis kalo itu diangkat dari novel tersebut. Ceritanya tentang cinta beda agama antara Rosyid (Reza Rahardian) dan Delia (Laura Basuki), *Haaaa I’m the big fan of them. Rosyid yang kribo itu kuliah di jurusan Sastra di UI. Rambutnya kribo. Keluarganya taat agama bahkan masih ada turunan Arab. Orangnya easy going, asal dan cuek. Kendaraannya aja motor pitung yang suka macet. Pandangannya soal agama agak beda dengan orangtuanya yang cenderung kolot dan tradisionalis_terbukti dengan kepercayaannya pada golongan spiritual. Dia digambarkan sering berantem sama Babenya dan nggak nurut orang tua. Tapi tetep disayang. Delia kuliah di Universitas Kristen, dari keluarga Kristen taat. Dan anak tunggal. Mereka ketemu dan kenalan saat sama2 ngurusin pendidikan anak kurang mampu atau anak jalanan gitu. Delia memang aktif di kegiatan organisasi kampus. Singkatnya mereka saling suka dan have a relationship. Entah apa namanya. Gampangnya kita sebut saja pacaran. Pacarannya santai, banyak becanda dan diskusi daripada mesra-mesra romantis2an. Dan Rosyid agak menjaga soal sentuhan2 gitu hi hiii..

Dan seperti yang sudah diduga, seperti halnya hubungan jenis apapun antara dua orang manusia laki2 dan perempuan, mau ada namanya mau kagak, pada akhirnya sampai ke titik, “kita mau apa?” Haaa… disinilah mulai konflik itu. Antara Rosyid dan Delia, Rosyid dan keluarga, Delia dan keluarga, tak terkecuali konflik Rosyid dengan dirinya sendiri dan Delia dengan dirinya sendiri. Ada juga tokoh tambahan Nabila (Arumi Bachsin) yang ceritanya dijodohin sama Rosyid oleh orangtua Rosyid. Buat nyelametin Rosyid dari nikah beda agama. Tapi nggak jadi karena Rosyid nggak mau.

Scene paling kena itu ya pas ini. Pas Rosyid dan Delia sama-sama merenungi diri mereka, sebagai diri sendiri, sebagai hamba Tuhan, sebagai anak dari orangtua, sebagai bagian dari masyarakat. Digambarkan Rosyid itu sudah hampir bulat pada tekadnya menikahi Delia meski beda agama, karena tak pernah terbersit sedikitpun niat Rosyid untuk mengubah keyakinan Delia. Begitupun Delia, yang justru hampir mengalah untuk mulai terbuka dan mempelajari Islam. Pada saat Rosyid secara tersirat mengungkapkan niat itu pada orangtuanya, kontan ia mendapat perlawanan terutama dari Bapaknya. Bahkan sampai diusir. Rosyid benar2 pergi. Mengungsi di rumah temannya. Dan di rumah temannya inilah ia menemukan setitik pencerahan. 

Orangtua temannya (diperankan oleh Haddad Alwi) adalah orang taat agama juga. Di meja makan Rosyid bertanya tentang hukum perkawinan beda agama dalam islam. Dan ini salah satu scene favoritku. Jawaban Haddad Alwi_gue lupa nama die di film siapa_gini kurang lebih: 

“Dalam islam, kalau laki2nya yang muslim ada yang membolehkan, tapi ada juga yang melarang. Kalau wanitanya yang muslim, hampir semua melarang” selanjutnya dia Tanya ke Rosyid. “Rosyid agamanya apa? Tuhannya siapa?” 

“Islam, Allah” jawab Rosyid.

“Nah, sekarang Ami_Arabnya Paman_tanya, sejauh mana Rosyid udah kenal sama agama Rosyid, sama TuhanNya Rosyid?” 

Hening..

“Jangankan Rosyid, Ami aja yang udah setua ini nggak berani jawab. Ami ini masih yaah.. seujung kuku aja belum ada dalam mempelajari Islam. Jadi jangan sok2 bisa ngambil kesimpulan tentang agama, kita masih butuh banyak belajar” lanjut Haddad Alwi

“Apalagi ini soal menikah. Yang sama2 islam aja nggak mudah, apalagi kalau beda. Saran Ami, kamu tanyakan lagi pada dirimu sendiri. Sholat istikharoh kalau perlu”

Begituuuuu… huh u hu.. keren ya.. Emang harus terus belajar. Never ending learning. Trus Rosyid sholat istikharoh, berdo’aaaaa… 

Disisi lain, Delia melakukan hal yang sama. Dia berdo’a di Gereja. Melakukan pengakuan dosa. Membaca-baca buku tentang Islam. Dan berdiskusi dengan orangtua. Ini juga touching:
“Papa pernah bilang kan, kalau di dunia ini nggak ada yang kebetulan? Delia ketemua Rosyid juga pasti bukan kebetulan kan Pa? Pasti ada maksud dari Tuhan mempertemukan kita” huaaa huaaa... iyaa emang Del, tapi emang sering juga maksudNya itu bukan buat ngejodoin, Cuma buat pemanis cerita idup aja. Atau supaya kita memahami sesuatu, semacam dijedotin biar sadar. *tambahankata2dariku T_T

Scene2 Rosyid dan Delia dengan orangtuanya masing2 ini bener2 mengharukan. Tentang sosok Ayah, sosok Ibu. Yang masing2 punya cara sendiri untuk mencintai anaknya. Dan memang satu kata permohonan ibu itu sering lebih manjur daripada seribu wejangan dan retorika Ayah. Dan satu pengertian Ayah itu penguat yang sangat berarti bagi anak. Hwaaaa… 

Akhirnya, sebenernya kedua orangtua masing2 sudah pasrah. Sudah menyerahkan segala keputusan sama anak mereka, tapi justru ini yang membuat hati mereka melunak. Lebih realistis. Lebih sadar akan situasi. “Yaah.. kita liat aja nanti” kata Rosyid. Kata2 yang sebelumnya tak dipahami dan tak disetujui Delia. Seperti suatu hal yang nggak pasti banget. *jujur aku juga berpendapat gitu Delia. Heu. Tapi pada akhirnya Delia ngerti *akujuga, bahwa ya memang begitulah hidup. Kita tu nggak tau apa yang akan terjadi setelah ini. Jadi yaa.. kita liat aja nanti…

Waktu itu malam saat Rosyid tampil dipanggung mendeklamasikan puisi. Dihadiri orangtua Rosyid, orangtua Delia juga Nabila. Dipanggung, saat mereka semua sudah pulang, percakapan dua insane itu terjadi. Tentang keputusan yang mereka ambil. Mereka sepakat untuk mengakhiri meski tidak tegas. Untuk tidak melanjutkan meski sadar ada kemungkinan2 lain di depan. Maka mereka berkata itu tadi “Kita liat aja nanti”. Dan scene ditutup dengan Delia ngajak Rosyid nari ala-ala timur tengah gitu, yang diiringi music gambus. Delia nari sambil nangis. Mereka saling berpandangan. Hwaaa emang romantic itu nggak harus pake peluk n cium kokkkk… pinter ni sutradara :D

Ending kisahnya dijelasin pake tulisan. Atau epilog. Jadi si Rosyid akhirnya nikah sama gadis aceh, waktu dia jadi relawan tsunami. Delia nikah sama orang luar negeri, kenal saat dia studi s2 di luar negeri. Nabila nikah sama pengusaha. Heee… happy ending jugag.
Yah yah.. emang gitu sih manusia. Pada saat ngalamin sesuatu yang sedih tuuuu kayak2 udah mau kiamat dunia. Sedihhh bingittt.. padahal kalau diterusin idupnya juga bakal ada cerita2 lanjutan yang membahagiakan. *ngaca!

Hikmahnya, salah satunya, memang cinta itu bukan segala-galanya. Perasaan menggebu absurd penuh energi itu bagaimanapun harus kita kendalikan. Bukan sebaliknya. Nanti juga ada kisah lain. Ada cinta lain. Gitu! Ngerti ora son! *waaa..tapikan *jedot2inkepala.

Oyaaaa.. ada satu lagi yang ketinggalan diceritain. Tentang Nabila. Gadis manis, santun dan berkerudung. Ceritanya dia ini dikenalin sama sodara Rosyid ke Rosyid. Niatnya siapa tau Rosyid suka. Di perjalanannya, Rosyidnya biasa aja. Tapi Nabilanya nggak biasa. Emang sebelum dikenalinpun Nabila emang udah sering liat Rosyid baca puisi. Nah, pas udah kenal puisi jadi bahan obrolan mereka. Nabila suka dikasih puisi sama Rosyid. Tanpa tendensi apa-apa. Pas pada akhirnya keluarga Rosyid tanpa seijin Rosyid melamar Nabila, Nabila udah seneng banget. Tapi rosyid marah2. Besoknya Nabila minta kejelasan. Eeeee.. malah ketemu Delia. Nabila akhirnya ngerti sendiri sebelum Rosyid sempat menjelaskan. Tapi Rosyid tetap memberi penjelasan, supaya ada pengertian. Rosyid ke rumah Nabila ujan2. Di percakapan mereka, intinya Rosyid nanya kenapa dia mau menerima tawaran untuk dinikahkan dengannya, dan apakah Nabila mencintainya?. Nabila jawab, bahwa dia Cuma mau bahagiaan orang tua. Dan waktu ditanya apakah dia mencintai Rosyid, dia Cuma geleng. Tapi sambil nangis. Akhirnya, Rosyid bilang kalau dia nggak bisa nikahin Nabila. Karena mereka nggak saling cinta. Dia pamit pulang. Nabila menahannya sambil nangis, bilang kalau masih hujan. “Biarin” kata Rosyid. 

Haaaaa… another good scene. Anak TK yang masih ingusan juga kalau liat ni film dari awal bisa tau kalau Nabila tu suka sama Rosyid. Haaa.. dasar Rosyid dodoooooollllll… nggak sensitippppppp… Dan ini inspiring banget bagiku… Buat perempuan, seberapapun hebatnya perasaan yang ia miliki terhadap lelaki, pantang untuk mengatakan dengan lugas kosakata “cinta”. Itu Cuma boleh diucapin ke suami. Titik. Dan airmata lah yang pada akhirnya menjadi wakil bagi kekata yang tak mampu diucap. Jangan Tanya kenapa. Aku juga nggak tau. Heu. T_T

Tapi yaa.. sudahlah. Kalaupun Rosyid sensitip juga nggak akan ngerubah jalan cerita. Emang penting perasaan Nabila buat dia? Sama nggak pentingnya dengan kalau Nabila bilang Iya, ketika ditanya apakah dia cinta Rosyid? It never can change anything. Paling Cuma nambahin drama. Dari awal Rosyid emang nggak ada niat. Titik. Maka, keputusan Nabila disini bener. Untuk tetap diam. Dan terjagalah izzahnya. Karena sudah jelas yang jadi pertimbangan Rosyid bukan perasaan Nabila. Tapi kenyamanannya. Dia juga masih kalut sama masalah dia sendiri.

So keep in silent girls. Lelaki itu, kalo udah niat nikah ya nikah aja. Nggak peduli kamu diem aja, bahkan kamu tolak dia dan usir2 dia sekalipun. He will keep in trying to get you. Ga punya duit juga gimana caranya, gadein motor kalo perlu. Sebaliknya, mau kamu mohon2 sampe nangis2 darah, kalau dia belum punya tekad dan niat kuat buat nikah ya ga bakal dia nikahin kamu. Meski kamu udah rela dipacarin 10 tahun sekalipun! Kecuali kamu hamil *inimahekstrim, biasanya di sinetron gituuu.. percaya deh, yang gitu2 Cuma nambahin drama aja. Keyakinan emang gabisa dipaksain. Berdo’a aja. *iniapasih :p

Yaahhh well,, cerita film ini emang sederhana, nggak rumit dan dipaksa2in biar bisa mengesankan penonton, yang seolah makin rumit dan makin gak ketebak ceritanya makin berkualitas. Nggak. Biasa aja kok. But meaningfull. Kalau kamu pernah liat film CINTA (Cina dan Annisa), kamu bisa bandingkan. 

Gambar dari sini

Sabtu, 08 Februari 2014

Mama Cake (Bukan Resep Masakan)

Eee.. ini bukan resep masakan. Ini judul film. Film yang udah lama penasaran.

Jadi aku punya temen. Ikhwan. Yang super duper up to date. Eksis di dunia ayam. Mulai dari tekhnologi, gadget terkini, tranding topik twitter, lagu, film, berita politik, berita selebritis dll. Sekaligus dia punya selera yang orisinil. Berita bagusnya selera kita hampir sama. Jadi kalau dia rekomndasi sesuatu biasanya aku suka.

Suatu kali pas film ini baru keluar, kalau ndak salah 2012-an dia promo abis2an di FB dan Twitternya. Bilang kalau anti mainstream, bawa pesan dan simbol2, dibuat sama sutradara keren. Begitulah. Aku penasaran dong. Tapi itu adalah tahun dimana aku belum terlalu familiar sama bioskop. Ha haaa.. FYI, aku adalah manusia dunia ketiga. Hue huee...

Trus kemarin temanku yang eksotis item manis si Jule dalam kunjungan kesekian kalinya ke Surabaya ngasih tau, dia punya film keren. Judulnya Mama Cake. Ngopy dong! Dan emang segala testimoni temenku itu bener.

Ini film yang ceritanya ringan banget. Bahkan, saking ringannya sampe bikin orang yang cuma liat judulnya mungkin akan under estimate. Jujur aku juga gitu seandainya nggak direkomendasiin temenku. Mama Cake? Kue Mama? Maksudnya film tentang cara buat kue dari resep mama? ha ha..

Kalau sinopsis versi web http://filmindonesia.or.id kayak gini:

Picture from here
Raka, Willy, dan Rio ke Bandung hanya untuk membeli Brownies Kukus Mama Cake pesanan ayah Raka. Ayah mengharuskan Raka karena amanah dari nenek Raka yang sakit parah dan ingin Brownies kukus Mama Cake itu.

Di tengah perjalanan Raka yang menyetir mobil tak sengaja menabrak pria gondrong yang menyebrang jalan.Ternyata sosok yang ditabrak itu punya kelebihan. Ia tak luka atau cedera, ia baik hati dan suka mengingatkan. Kemudian mereka mengalami musibah. Mobil hilang saat Raka dan Willy mencari ponsel yang jatuh. Mereka dikuasai amarah dan berpencar.

Dalam petualangan mereka selama berpisah, Raka bolak balik beli brownies kukus Mama Cake, karena setelah beli pasti ada musibah. Rio menemukan pembelajaran dari sosok misterius, serta Willy terus saja berpetualang mencari cewek. Mereka menemui hal yang menyadarkan pribadi mereka.
Sayang, brownies Mama Cake tak sempat dicicipi nenek Raka, yang keburu meninggal. Raka baru sadar bahwa pesan neneknya bukan sekedar ingin makanan itu saja, namun ingin Ayah Raka bersatu kembali dengan Ibu Raka yang sudah lama bercerai, Ibu Raka adalah pemilik usaha Toko Kue Mama Cake itu.

Biasa banget ya.. hemm. This is my version:

Sutradaranya Anggi Umbara. Pemain utamanya Omesh, Boy William, Ari Dagienk. Ada juga Dinda Kanyadewi, Fajar Umbara, Candil, Rudi Salam, Nani Wijaya dll.

Suatu malam, Raka (Omesh) di minta Papanya (Rudi Salam) untuk membeli Brownis Mama Cake. Belinya harus langsung di pusatnya di Bandung, harus dia yang beli dan harus kembali sebelum pukul 1 siang. Raka nggak bisa nolak karena ini permintaan neneknya (Nani Wijaya) yang sedang kritis di RS.

Berangkatlah ia dari Jakarta ke Bandung. Ditemani 2 orang temannya, Willy (Boy William dan Rio (Ari Dagienk). Dari sinilah cerita penuh hikmah itu dimulai. Perjalanan yang menjadi perjalanan batin bagi ketiganya. Suatu titik balik perubahan.

Disini Raka digambarkan sebagai cowok berprinsip dan antimainstream, Willy digambarkan sebagaia cowok hedon dan Rio kebalikannya, memuja alam beserta isinya serta agak sosialis gitu. Semua gambaran itu bisa didapet dengan jelas dari percakapan2 dan sikap mereka dalam menghadapi sesuatu di sepanjang perjalanan membeli brownies ini.

Seperti pas mereka berhenti di rumah makan. Rio yang baru saja memutuskan untuk jadi vegetarian berkata bahwa dia nggak akan tega makan sesam makhluk hidup. Willy, malah menceritakan pengalamannya makan otak kera hidup2. Sampai membuat kedua temannya bergidik. Raka nggak setuju sama keduanya. Pada Rio dia berpendapat kalau salah satu fungsi hewan itu ya itu: buat jadi makanan manusia. Terus disambut celetukan Rio, "Trus fungsi lo apa". Ha haa.. nohok banget nggak sih... Yang jawab malah si Willy, "Fungsinya, ngabisin duit babenya, clubbing, shopping, bla bla bla..". Raka diem.

Soal Willy yang makan otak kera, Raka dan Rio sepakat, temannya itu agak kurang waras. Bahkan Rio menganggap Willy tega memakan saudaranya sendiri. Dan mereka debat lagi soal ini. Willy meski begitu, untuk hal ini sependapat dengan Rio. Soal teori darwin. Evolusi kera menjadi manusia. Dan menurut mereka itu teori baku yang sudah sangat dikenal dan dipelajari di mana2. Raka tegas tidak setuju. Dia mengatakan bahwa yang percaya sama teori itu berarti nggak percaya sama Tuhan. Dengan segala penjelasannya di hadapan teman2nya itu. Dan masih banyak contoh percakapan lain. Titik balik yang kubilang tadi, juga terkait dengan prinsip hidup mereka ini.

Di tengah perjalanan, perbedaan2 inilah yang memicu konflik diantara mereka. Mulai dari Willy yang marah karena Raka membuang HPnya (karena Raka benci sifat playboy Willy) sampai mobil Raka yang hilang yang menjadi puncak pertengkaran mereka. Mereke berpisah. Rio memilih tinggal di pemberhentian mereka dekat dengan alam, tumbuhan dan hewan, Willy memilih ke pusat hiburan kota dan Raka tetap fokus pada tujuan utamanya ke Bandung: membeli Mama Cake. Ia bahkan harus bolak-balik 3 kali ke toko brownies karena brownies yang hilang berkali-kali oleh berbagai macam kejadian. Padahal itu adalah amanah yang harus ia tunaikan.

Kayaknya enteng ya ceritanya. Padahal enggak. Beneran deh. Selain obrolan, banyak scene yang juga penuh hikmah di film ini. Kayak pas Rio yang lagi nyatu sama alam diajak sholat sama orang yang tiba2 muncul. Orang yang sama yang sempat mereka tabrak saat Rio masih bersama Raka dan Willy naik mobil. Pria ini menjelaskan ke Rio bahwa gerakan sholat itu mewakili 4 unsur dari alam.
Api = Saat berdiri
Angin = Saat Ruku'
Air = Saat Sujud
Gunung = Saat duduk, dan
Cinta = Saat mengucap salam sambil tengok kanan-kiri.

Soal telepati juga. Yang kekuatan sinyalnya orisinil. Melebihi sinyal HP dan Internet. Ha ha... Apa kamu pernah coba? Cobalah.

Dan seperti yang dibilang temenku, film ini juga banyak simbol. Seperti tulisan "MOGERZ" di kaosnya Raka yang adalah nama fans clubnya Purgatory. Purgatory ini adalah band Punk Rock atau malah Underground yang muslim. Coba aja search nama Purgatory and u'll find out.

Yeah, saat berpisah ini mereka mengalami rentetan kejadian masing2 yang membawa mereka ke titik kesadaran masing2. Akhirnya mereka kembali lagi ke Jakarta bersama2 di jemput oleh saudara Raka. Membawa Brownies Mama Cake yang dengan susah payah mereka dapatkan. Meski, di tengah jalan Brownie itu hilang lagi karena keteledoran saudara Raka. Namun ini juga justru yang membawa Raka kembali bertemu Mawar. Perempuan yang bertemu dengannya di perjalan sebelumnya, dan cukup mengesankan Raka. Cerita yang manis ha ha..

Well, selain dari semua itu. Yang membuatku suka nonton film ini adalah percakapannya yang cepet. Cas cis cus. Just another romantic drama versi Hollywood. Dan mungkin karena itu, makanya diperjelas sama tulisan2 yang nongol dan editing model komik. Entahlah apa istilahnya di dunia perfilman. Hee..

Hummm penasaran sama filmnya? Download aja di Youtube. Hee..

Minggu, 22 Desember 2013

Kesan Natural di Film 99 Cahaya di Langit Eropa

Gambar dari sini
99 Cahaya di Langit Eropa. Judul film ini pasti tidak asing terdengar di telinga pecinta buku. Ya, ini adalah versi film dari buku berjudul sama: 99 Cahaya di Langit Eropa. Saya sendiri belum sempat membaca buku ini. Namun justru karena itu, disini saya akan benar-benar hanya menulis tentang filmnya tanpa membandingkannya dengan bukunya—suatu hal yang pasti terjadi dari film yang diangkat dari buku adalah pembandingan.

Film ini berkisah tentang pengalaman Hanum Rais (Acha Septriasa) di Wina Austria, dalam rangka menemani suaminya Rangga Almahendra (Abimana) menyelesaikan studi. Disana ia mengalami kebosanan karena tidak mempunyai kegiatan. Ia habiskan waktunya dengan jalan-jalan dan mencari pekerjaan. Namun karena Bahasa Jermannya yang kurang baik, hal itu agak susah. Hingga pada suatu hari ia membaca leaflet tempat kursus Bahasa Jerman. Ia benar-benar mengikutinya. Dan disanalah ia bertemu dengan Fatma (Raline Shah). Perempuan muslim asal Turki yang juga tinggal di Wina. Dari perkenalannya ia kemudian mengenal Aisye (Gecchae), anak Fatma yang periang dan menginspirasi orang-orang di sekelilingnya. Kisah selanjutnya adalah tentang Hanum yang banyak belajar tentang Islam pada Fatma dan Aisye. Bukan mengenai tata cara, karena Hanum sendiri sesungguhnya termasuk muslim cukup taat. Tapi lebih kepada bagaimana menjadi muslim seharusnya di tengah-tengah masyarakat. Mungkin itu tidak akan terlalu penting jika kita berada sebagai anggota mayoritas. Tapi di negeri orang, dimana muslim adalah minoritas, justru identitas muslim harus dijaga. Muslim yang sejatinya penuh dengan kasih sayang, penebar kebaikan, kedamaian dan toleransi . Bagaimana menjadi agen muslim yang baik. 

Tidak hanya perjalanan Hanum yang menjadi fokus cerita di film ini. Perjalanan suaminya, Rangga Almahendra (Abimana) yang sedang kuliah di sebuah universitas di Wina juga diceritakan dengan apik. Masih tentang bagaimana seorang muslim yang minoritas menyesuaikan diri dengan lingkungan yang mayoritas bukan muslim. Bagaimana ia bersama temannya yang sepertinya digambarkan sebagai muslim Asia Selatan/Tengah yaitu Khan (Alex Abbad) melaksanakan sholat di sudut ruangan kampus dan akhirnya harus pindah karena ditegur temannya Maarja (Marissa Nassution). Mereka diberitahu bahwa sudah disediakan tempat khusus untuk ibadah, yang setelah di lihat ternyata bercampur dengan tempat ibadah agama lain yang minoritas seperti Ko ngu chu, Budha dll. Berbeda dengan temannya yang tempramen dan frontal, Rangga adalah sosok yang lebih nrimo. Rangga juga mempunyai sahabat lain yang sering bertanya bahkan protes tentang agama Rangga (Islam) yaitu Stefan (Nino Fernandez)

Latar film ini tidak hanya ada di Wina-Austria. Dikarenakan proposal riset Rangga yang bagus menurut Prof. Reinhart (dosennya) ia diberi kesempatan untuk mempresantasikannya di Paris-Perancis. Hanum berkesempatan ikut dengan suaminya. Berkat bantuan dari Fatma, ia bertemu dengan Marion (Dewi Sandra). Sejarawan muslim yang juga teman Fatma. Disini pemahaman Hanum mengenai jejak-jejak peninggalan Islam di Eropa makin jauh dan memebekaskan kekaguman.

Kesan yang langsung terasa dari film ini adalah kesan alamiah, natural. Seperti bukan film melainkan kisah perjalanan yang direkam sendiri. Ya, semuanya begitu natural. Ceritanya, pemainnya, alurnya, plotnya bahkan dramanya. Mulai dari narasi tokoh utama pembuat cerita (:Hanum Rais) di awal film yang begitu personal. Perpindahan Bahasa baik dari Inggris atau Jerman ke Indonesia dalam percakapan yang begitu halus. Kemudian diperkuat dengan para pemainnya yang juga bermain sangat natural. Saya dan teman-teman saya terus terang selalu suka adegan dimana Hanum bercakap-cakap dengan suaminya Rangga Almahendra. Cara mereka bercanda, gimmicknya, pilihan katanya, semuanya natural. Seperti sedang tidak main film. 

Seperti saat pertama Hanum menceritakan kisah pertemuannya dengan Fatma kepada suaminya dan suaminya malah berkata bahwa istrinya itu akan terlihat cantik memakai jilbab, Hanum berdiri dan bergumam “kamu ah nggak nyambung” dengan reaksi yang natural. Comtoh lain adalah percakapan antara Rangga dan salah satu temannya atau keduanya yang seringkali bertema tentang agama selalu terdengar begitu renyah dan menggelitik penuh dengan anekdot. Ini juga menambah kesan natural dari keseluruhan film. Juga saat pertama kali Hanum dan suaminya bertemu dengan Marion yang ternyata berhijab. Cara memandang suaminya yang kemudian diprotes oleh Hanum membuat penonton ikut geli melihatnya. Seperti melihat teman kita sedang bercanda dihadapan kita.

Bukan hanya Acha dan Abimana, pemain-pemain lain tak kalah bagus tentunya. Gacchea sangat bagus dan natural dalam memerankan Aisye. Dewi Sandra, Nino Fernandes, dan Marissa Nasution yang sangat Eropa. Raline Shah dan Alex Abbad yang islami. Bahkan tetangga yang memprotes bau ikan asin dan suara TV yang terlalu keras itu juga bagus. Kalau ada satu karakter dan plot yang terkesan agak dipaksakan itu justru saat Hanum bertemu dengan Fatin yang sedang Syuting video clip. Walaupun terlihat juga usaha sutradaranya untuk membuatnya senatural mungkin.

Latar dan cerita di film ini tidak hanya memanjakan mata penonton dengan pemandangan tentang Eropa yang luarbiasa, tapi juga membuka wawasan penonton mengenai sejarah dunia dan sejarah Islam. Cukup provokatif dan membuat ingin merasakan dan melihat sendiri apa yang dipaparkan di film tersebut.

Jadi, salute buat para pemainnya, penyusun skenario, dan terutama sutradaranya: Guntur Soeharjanto yang meramu semuanya begitu apik, yang terus terang baru saya ketahui debutnya di film ini. Trimakasih.

Jumat, 27 Juli 2012

Achilles..


Berkali-kali nonton TROY Cuma depannya doang, atau tengahnya atau belakangnya. Malam ini nonton full versionnya and I’m cryiiiiiing huwa huwaaaa… there’s a lot of stories about complicated relationship among the human. Hate n love yang seakan gak ada bedanya. Haaa… Aku gak ngerti siih tapi bisa ngrasain. Dan kata mutiaranya Achilles begini:
 
“Para dewa itu cemburu dengan kita karena kita manusia. Kita punya ajal yang akan membuat segala sesuatu lebih indah. Kita tidak tau apakah kita akan berada di sini lagi, dan apakah kita akan bertemu lagi setelah ini” ahaaa ha gak ngerti ya? Samma!
 
Well Achilles itu nama salah satu tendon kaki tepatnya diatas tumit. Suatu hari di mata kuliah terminology medis dosenku menceritakannya. Bahwa kenapa tendon itu dinamakan tendon Achilles is because of Achilles si ksatria dari Sparta yang tak terkalahkan itu matinya karena dipanah di kaki bagian atas tumit sama Paris pangeran Troy. Di bagian tendon yang sekarang dinamakan tendon Achilles itu! Begono! Kalau di filmnya yaaa.. setelah kena panah di kakinya itu dia dipanah lagi berkali-kali di dada baru mati.
 
Paris membunuh Achilles karena sebelumnya Achilles membunuh kakaknya, Hector. Achilles membunuh Hector karena sebelumnya Hector membunuh sepupu kesayangannya. Hector membunuh sepupu Achilles karena ia mengira orang yang bepakain zirah (yang ia bunuh) adalah Achilles, salah orang gitu.. Sepupunya Achilles nyamar jadi Achilles karena Achilles gak mau perang lagi dan ingin hidup damai dengan Brisel, tawanan perang dari Troy. Brisel ini sepupunya Hector sama Paris. Brisel jadi tawanan perang karena sebelumnya pasukan Myrmoid pimpinan Achilles bergabung dengan pasukan Yunani/Sparta yang dipimpin Agememon untuk menyerang Troy. Pasukan Yunani menyerang Troy karena Paris merebut Helen, istri Menelaus. Menelaus itu adiknya Agememon.
 
Well, aku selalu suka film kolosal dunia :D oya tiap sahur jam 04.00 ada serial kolosal juga di MNC TV, kali ini judulnya OMAR. Ceritanya ttg Umar Ibn Kathab :D
Ni si Achilles kena panah di sini ni..