Senin, 30 Juni 2014

ArtJog 2014: Legacies of Power.


Legacies of Power mencoba menggali persoalan demokrasi dengan melihat sejarah peralihan kekuasaan baik melalui konfrontasi fisik, adu diplomasi maupun proses yang lebih demokratis seperti pemilihan umum_sebuah fenomena yang perlu kita gali lebih dalam karena menentukan arah perkembangan kedepan.

Tahun 2014 adalah momen pergantian pemimpin yang juga dipandang sebagai manifestasi suara rakyat melalui sistem pemilihan presiden secara langsung. Saat itulah seluruh harapan dan cita-cita digantungkan pada pemimpin baru, sang superhero yang seolah akan mampu menyelesaikan seluruh problem negara. Presiden juga diharapkan mengangkat kondisi ekonomi Indonesia walau mungkin hanya sementara.

Apakah 2014 akan menjadi titik balik bagi Indonesia atau akankah kita terus terpuruk? Dengan memandang ke depan sembari bercermin pada sejarah peralihan kekuasaan bangsa, bagaimana seharusnya kita memaknai momentum perubahan ini? Bagaimana kita menyikapi dan menerapkan demokrasi yang sedang berjalan?

Bambang 'Toko' Witjaksono
Kurator Art|Jog|14

Yeah. Kalo kamu ke jogja tanggal 7-22 Juni kemaren, trus ke pasar Bringharjo Malioboro lewat belakang, kamu bakal liat boneka-boneka dari karung goni yang disusun sedemikian rupa sehingga kayak kabinet Indonesia yang mau pemotretan sehabis dilantik sama presiden. Tepatnya di Taman Budaya Jogja pemandangan itu bisa kamu liat. ARTJOG 14. Ini adalah event tahunan di Jogja yang dihelat tiap tanggal segitu. Aku baru kali ini sih mengunjungi. Selama kurang lebih 7 tahun idup di Jogja. Pernah liat pameran lukisan, tapi bukan ArtJog. Dan kali ini temanya seperti yang kutulis diatas: Legacies of Power. Lagi musim pemilu dan copras-capres mungkin. Eh emang iya. Kan jelas itu penjelasan kuratornya. Nah, boneka karung goni di depan itu judulnya: Kabinet Goni. Aku nggak ngitung jumlahnya ada berapa. Yang pasti masing-masing dari boneka goni itu diilustrasikan begitu satir. Nyindir-nyindir nusuk gitu. Ada penjelasan dari kuratornya, tapi lupa jepret. Intinya, siapapun boleh punya tafsiran berbeda tentang karya seni itu. Oya, detil yang aku inget juga dibagian atas nempel di dinding atas bangunan itu juga ada lambang negara tempat kabinet goni bertugas. Burung lucu dari karung goni juga. Heee... Ini jepretanku dari samping. Abis kalo dari depan banyak orang lagi pose.


Waktu aku ngamatin ni boneka-boneka, kepikiran gini: "Ni dari semuanya yang paling baik yang mana ya?, masak nggak ada?" Haaa... maklum, aku ini penganut positivisme. Yamasak idup isinya jelek semua. Orang jahat semua. Sistem busuk semua. Nggaklah yaaa.. adalah pasti yang paling dikit jeleknya_kalau nggak bisa dibilang baik_ hueeee.. Eee temenku pada bingung. Trus trus diantara boneka-boneka itu ada yang digambarkan sedang affair sama temennya, ada yang digambarkan kayak teroris (pakai penutup kepala, trus di dadanya ada bom), ada yang kepalanya bebek, ada yang hatinya bolong, ada yang kepalanya dibawah kakinya diatas, ada yang mlungker di bawah bergerombol umpel2an. Ada yang duduk diam anteng baca buku. Hyaaa... Karya seni satu ini posisinya di luar gedung. Jadi siapapun bisa melihat dan menikmati. Kalo karya seni yang lain kudu masuk gedung dan beli tiket Rp. 10.000. Khusus hari Ahad, pas aku kesana tiket satu bisa digunakan sebanyak 3 kali.

I'm in. And aaa.. Karya seni pertama yang langsung keliatan yaitu. Yang fotonya aku pajang diatas sendiri. Ada tangga, baju item penuh lonceng (krincingan) ditaruh disitu. Trus ada LED TV yang muterin video baju itu dipake sama orang trus dia jalan-jalan naik turun tangga in slow motion. I'm hardly think about it and still not understand. *wadezzingngngng.. Jadi inget kata2 adekku yang entah dia kutip dari mana. Pengetahuan/ilmu itu ada tingkatannya. Pertama dan yang paling rendah adalah ilmu-ilmu leterlek. Ilmu-ilmu yang dipelajari di sekolahan. Produknya: Hasil riset, skripsi, thesis. Yang setingkat diatasnya adalah Seni. Produknya Karya Seni. Nah yang ketiga yang paling atas, itu ilmu lawak. Produknya lelucon, guyon dll. Itu ilmu paling tinggi. And i'm hardly thinking about it juga. Nggak ngerti, dan berarti aku bego dan akhirnya ketawa aja... wkwkwkwkwk...

Tapi ya bego-bego gini, lumayan betah juga ngeliatin pameran yang bahkan aku nggak bisa ngertiin ini. Haaa.. Tapi yaitu, untungnya jenis ilmu tingkat kedua ini. Di seni itu nggak ada penilaian benar-salah. Nggak ngerti juga nggak disalahin kok. Atau suatu karya aku terjemahin sendiri semau-mauku juga boleh. Weeek.. Didalem itu ada banyak jenis karya. Mulai dari seni rupa, lukis, suara, dan instalasi dan lain-lain. Ada TV LED lagi yang menayangkan proses pembuatan Kabinet Goni yang di pajang di depan tadi. Wahhhh, tepuk tangan gue. Emejing. Jadi ya, bener-bener bertahap, hati-hati, teliti, dan serius. Sebelum buat versi gede, buat versi kecilnya dulu. Dummy, prototype, maket atau apalah itu.

Disampingnya ada cerita bergambar. Atauuu gambar bercerita yang ada parikannya. Aku suka kalimat ini:
Sing bal-balan dadi kembang lapangan, bojone ayu mobile sedan, okeh bayare
Sing tangi kerinan dadi kembang kasur, bojone nesu lali gawean, okeh ilere.

Haaaa... di gambarnya ada istri marahin suami yang baru bangun gegara nonton piala dunia. Ada anaknya perempuan udah siap mau berangkat sekolah. Fenomena hits banget ini :) Maaf ya gada fotonya.

Trussss,, takjub sama kendaraan Micheal Schumaker tapi dari kayu.. Ini cuma ada di Indonesia ni. Judulnya Play Wood Instalation. Karya dari Ichwan Noor. *nama kita mirip


Yang satu ini, aku pertama liat langsung connected ke Twitter. Salah satu sosmed yang udah kayak dunia lain. Yang ada umat virtualnya. Haaa.. Ini judulnya: Promises (From the Series of Silence, 2014). Karya Ari Bayuaji. Menampilkan 250 buah lonceng kayu yang kosong dan karenanya tidak dapat menimbulkan suara dengan lukisan geometrik berbentuk balon kata pada kedua sisinya. Karya ini adalah ekspresi hiruk pikuknya kampanye menjelang pemilihan umum saat semua calon pemimpin daerah dan negara berebut simpati masyarakat dengan janji-janji manis yang kosong. (Copas langsung dari keterengan karya yang ada disana)


Yang satu ini ni aku agak ngerti ni. Karena emang sering kepikiran sebelumnya. Bahwa manusia ini ibaratnya adalah bidak-bidak catur yang dijalankan oleh Yang Maha mengatur segala. Bener-bener tinggal jalan aja. Jadi jangan khawatir. Semua sudah ada yang atur :)
Tapi kalau ini sih lebih ke siapa diatur siapa diatur siapa diatur siapa. Bisa jadi yang ngatur nggak sadar kalau dia sendiri sedang ada dalam permainan orang lain. Pemegang "Otoritas" yang lebih tinggi. Bisa jadi kita juga sedang ada di dalamnya. Hiiii... Judulnya: The Players. Karya: Dedi Setiadi


Yang satu ini bikin gue GRK-GRK KPL. Alias Garuk-garuk kepala. Haaa.. Judulnya: Ayo Lari!! Karya: Suraji. Ini karya 2 dimensi. Lukisan. Tapi trus lukisannya dipotong gitu. Yang bikin garuk2 apanya? Deskripsinya bo!. Katanya: Penguasa yang berkuasa bisa dipastikan cenderung korup. Tahta, Harta, Wanita. "Ayo Lari!" hanyalah satu kisah penguasa yang tersandung impor daging sapi yang suka mengoleksi hiasan dunia serta wanita. Gila ya! kasus kemaren itu berarti segitu mengangkasanya ya. Sampe dibikinin karya seni sendiri lho... Hmm no comment :D


Kallo yang ini, bikin kening berkerut-kerut. Ada maksudnya gak ya? Apa emang cuma ditempel gitu aja disitu. Heee.. Judulnya Chamber, Legacies, Power, and Conspiracy (Pastische). Eng nggak disebutin itu karya siapa. Ni gambarnya ni..

Tampak jauh. Nggak bisa ambil angel dari depan. Perhatikan segitiga di tengahnya
Ini dia perbesarannya.
Ini legendanya
Barcode
Tadinya nggak ngeh gue kalo cuma baca koordinatnya, itu ada dimana. Tapi pas geser, ada keterangan Arafuru Sea. Papua? Irian Jaya? Eng ngngngng.. ha ha gatau!

See?
This is the description
Berikutnya adalah 2 karya favoritku. Yang pertama lukisan berwarna dominan emas. Manusia, gatau cewek apa cowok face to face sama kuda besi. Cantik banget! Tapi entah kenapa aku nggak moto deskripsinya dan itu lukisan judulnya apa yang bikin siapa? haaaa... kelewatan.


Yang kedua ini entah seni apa namanya. Tampilannya kayak aquarium. Ada airnya. Ditaruh di ruang gelap. Di aquariumnya ada cahaya. Trus ada semacam pasir, atau itu efek proyektor ya? dia bergerak-gerak gitu. Yang bikin aku suka itu suaranya. Ada suara musik sebagai latarnya yang pas ngedengerinnya bikin damai... Bikin senyum.

Tapi terus pas baca deskripsnya malah pengen nangis :'( Huwaaa.. Gapapa. Katanya lebih baik nangis daripada marah. Karena marah bisa nyakitin orang lain. Sedangkan arimata yang ngalir diam-diam melalui jiwa dan membersihkan hati. Hiks. Ini aku pasang potonya aja. Capek nyalinnya.


Terakhirrrr. Ini karya yangngngng.. apa ya? bikin gue senyum nangis. Something that i concern. Tentang cap ketidakberdayaan dan tetap berjuang sebisanya. 



Haaa masih banyak lagi yang sempat kufoto sebenernya. Dan lebih banyak yang nggak kufoto. Tapi udahan ya. Ntar ini jadi galery digital lagi hueee... Terakhir, ada dua fenomena yang nyantol di otak gue abis liat ni pameran. Pertama tentang penggunaan bahasa Inggris yang sudah begitu lumrahnya. Bayangkan kamu mau bikin tema suatu acara. Itu kan penting bingit, krusial, meaningful kan ya. Kalo bisa pakai kata-kata singkat tapi menggambarkan maksud dari semuanya. Merangkum semuanya. Dan itu keluar dalam bahasa Inggris: Legacies of Power. Eaaa...

Kedua. Fenomena narsis n eksis. Ke suatu tempat kece atau happening. Foto. Aplot. Share. Itu wajib bingittt. Asli gue baru liat benda yang namanya tongsis alias tongkat narsis secara langsung itu ya disini. Spot yang paling rame buat begron foto itu tak lain dan tak bukan di Kabinet Goni yang ada di depan. Trus itu setiap karya kan dikasih pembatas dan peringatan nggak boleh disentuh ya, tapi ini harus diawasi super ketat. Karena antusiasme pengunjung bener-bener harus di perhatikan. Aku sampe susah kadang mau memoto satu spot atau satu karya karena banyak yang pose disitu. Udah gitu kalo yang pake kamera, kameranya bagus2 lagi *haaa gue ini iri atau apa. Jadi akhirnya kubiarin aja alami. Haaa... Kayak karya satu ini yang emang makan dua sisi dinding.

Eaaaaa..
Oya. Aslinya aku kesini tu bareng Julaikah. Tapi kita tenggelam sendiri2 sama aktivitas masing2 haaa.. Pas inget aku belum ambil foto, minta tolong orang deh. Ternyata aku sama aja. Haaa..

Ini gatau lukisa apaan. Pokoknya satu dinding penuh.. Seems like Mural.

Pertanyaan terakhir. Kenapa seni itu ada sekolahnya. Ada institut nya? Haa.. *ahsudahlah.
Thank you for watching :)

Kamis, 26 Juni 2014

#CanonPowerShootA810 #Makro #Vegetasi #Merbabu

Yakkksss.. sampe dibikin postingan sendiri khususon buat aplot foto-foto. Foto yang kalau nggak dikasih keterangan "Diambil di Merbabu", nggak bakal ketauan itu diambil dimana. Ya ya, aku tu kalau pergi ke gunung, ke laut, ke kebon, kemana-mana nggak bisa nggak ngamatin taneman. So, here it is..

Edelwise
Innniiii.. bunga gunung. Edelwise. Aku nggak tau, selain di Merbabu bisa nemu dia dimana lagi. Karena gunung yang pernah kunaiki cuma dua. Merbabu Merapi. Di Merapi dia nggak ada. 

Ni ya, waktu aku mau berangkat ke Merbabu kemaren, Adekku yang selalu keliatan sibuk itu nelpon. Sok-sok khawatir eMbaknya mau naik, katanya denger2 dari temen naik gunung tu serem, bahaya. Nyuruh hati2 dan minta bawain Edelwise. Gue bilang kagak boleh tu bunga di petik-petik. Dilarang. Eee dia ga percaya. 

Pas turun, aku coba2 ngelaksanain misi itu. Ni bunga segini banyak masak gaboleh si dipetik dikit aja. Baru kuliat-liat kelopaknya yang mana yang lebih mekar sambil pegang tangkainya gue udah diceramahin pendaki yang lagi pungutin sampah botol. Aku bilang aja aku cuma lagi ngamatin. Tapi entah kenapa ya, pengen tetep coba. Kayaknya karna pengaruh Kakak baik yang selalu pengen bisa nurutin adeknya hwaaa... Terus di percobaan selanjutnya itu yang ingerin temen sendiri. Ga jadi lagi. Parahnya pas jalan2 dan gue pegang bunga lain, aku jadi diingetin jugag. Waaaaa... berasa kaya kleptomania diawasin ginniii... Wong tadi pagi aku sampe berjam-jam fotoin tu edelwise dan melakukan hal lain disana ga ada yang curiga. Kenapa nggak gue petik pas itu ajjaaa... haaa.. bener2 otak kriminal.

Cerita belum berakhir. Aku kan pas turun bawa tongkat kayak nenek sihir, pas menyibak-nyibak semak, eh ada segerombolan edelwise yang udah dipotong. Udah kering daunnya. Aku ambillah. Kan aku nggak metik. Tetep dimarahin coba sama mereka. Eng ngngng nggak marah sih. Cuma nyeramahin. Aku bilang, ini kan udah kering dan aku nggak metik. Kata mereka: Yaudah dimasukin tas aja, soalnya ntar kalau keliatan pendaki lain bisa dilaporin dan kena denda. Waaa,, seserius itu? bathinku. Trus kata yang lain: Maklumlah pencinta alam baru. Glek!! Gue merasa buruk abis disitu. Kok gue kayak ngelakuin dosa guede banget. Tapi tetep dibawa tu edelwise. Hua curhatttttt... Yah, mungkin nanti aku aka mengerti. Mungkin dulu tu edelwise pernah sampe gundul dipetikin tiap orang yang naik gunung. Masuk akal sih. Emang jelek entar kalau banyak yang petikin. Dan banyak itu kan bermula dari satu. Heu. Makin merasa buruk.

*Tapi edelwise yang di Malioboro itu dari mana coba? haaa

Edelwise juga.
Trus nemu bunga yang mirip salah satu bunga kesukaanku. Krisan. Atau Aster ya? Whatever, aku yakin mereka satu family. Nggak tau spesies apa. Tapi ni bunga memang banyak spesiesnya. Dulu di kebun rumahku aja ada lebih dari 5 spesies.

Ini bunganya nemplok di tanah. Kayak nggak ada tangkainya
Yang ini ada tangkainya menjulang gitu. Lebih banyak kelopak dan putiknya.
Ini lebih kurusan. Trus entah itu apa hubungannya sama yang putih kayak dendalion.
Ini dendalion benerannn :)
Aku sebenernya curiga, dendalion itu bunga yang kering. Iya kan? Masak bunga mekar tautau gitu bentuknya. Dan sepertinya sebelumnya dia itu bunga kuning yang nomer dua diatas itu. Gitu kayaknya.

*gugling

Dan ternyata benar sodara-sodara. Dendalion itu dari bunga kuning tangkai panjag diatas. Nama latinnya  Taraxacum officinale. Dan bener juga dia masuk Family Asteraceae. Trusss bunga kuning kurusan yang sebelahnya ada bunga kering mirip dendalion itu beneran juga ternyata sering dikira Dendalion. Padahal dendalion palsu. Masih family Asteraceae. In English called "False Dendalion". Namanya catsears (Hypochaeris). Haa hipotesis sotoyku terbukti. Ni sumbernya: http://en.wikipedia.org/wiki/Taraxacum

Kalo ini jenis paku-pakuan gitu nggak sih. Yang suka ada di sumur. Di pinggir kali. Di parit. Di kamar mandi juga suka ada. Pokoknya daerah lembab-lembab. Kuperhatikan, semakin lembab tempat itu tumbuhan ini ukurannya makin guede. Ini kalo di Merapi bisa segede-geda gajah. Daun yang udah terbuka sempurnanyanya bisa sebesar peahu getek nelayan. Guuuuuede boneng. Pas masih melungker gini ni dia very cute :">


Aku nggak tau bunga kuning satu ini bunga apa. Dan jepretanku nggak terlalu bagus sebenarnya. Hueeee
 
 

Matahari tertusuk ilalang :D
Ini juga nggak tau taneman apa. Jepretnya juga jelek.
Ini sepertinya parasit tanaman
Andddd,, this is one of my favorite picture. Ini ada di rerumputan di bawah. Ndak tau namanya. Aku suka karena efek embun yang membasahinya. Daunnya juga bagus heeee..





Haaa.. Udah. Thank you for watching :) Kapan2 aku potoin taneman di depan rumahku. Heee...

Jumat, 20 Juni 2014

Cieeee... Naik gunung ciee.. #Merbabu Yayy!!

"Haha.. kayaknya Mbak Noor abis ini kapok naik gunung lagi" seloroh Dadung waktu nunggu aku jalan tertatih-tatih menuju parkiran motor pos pendakian Selo, Magelang.

"Nggak ah, biasa aja" Jawabku sok-sokan. Sambil berpegangan tasnya Julaikah dan meringis-ringis nahan persendian dan otot yang nyeri karena kebanyakan ngerem. Kurang pelumas ceritanya. Hah!

Dua setengah tahun sebelumnya, Hanapo_sekarang suami Dadung_pernah tanya juga. "Kapok nggak mbak naik gunung"?. Waktu itu kami lagi perjalanan menuruni gunung Merapi. Januari 2012.

"Engng gaaak, yaa belum sampe taraf suka sih. Tapi lain waktu kalau diajakin lagi dan pas bisa, aku mau".

Dan lain waktu itu, kemaren sodara-sodara. 13-14 Juni 2014. Biasa.. Berawal dari ajakan iseng Dadung di Group WA. Yang diajak Jul, tapi aku yang emang lagi pengen outdoor-outdoor langsung memutuskan: OK i'm in. Ambil cuti hari Jum'at. Ijin ke Bapak. Chat ke Dadung barang apa aja yang kudu dibawa dan berangkatlah Aku sama Jul ke Jogja Kamis malem. Syukurnya, barang2 yang disuruh bawa sama Dadung itu muat di tas ranselku yang sehari-hari: Jaket, Sarung tangan, Kaos kaki tebel, sendal gunung, kamera DSLR, slayer, kupluk kalo mau, makanan, minuman 1,5 lt aja, obat pribadi, satu set baju ganti buat pulang. Catatan: Baju pendakian yang cerah biar ngejreng kalo dipoto. Aku guling-guling baca list barang ini. Tapi percaya ajalah sama pimpinan_eh asisten pribadi pimpinan rombongan.

"Habis magrib, kumpul di bunderan UGM" Kata Dadung. Dan aku sama jul masih ribet sama motor yang mau kita bawa ke pos pendakian. Gile! minjem motornya sampe ke Cangkringan. Ke rumah Sule. Dan Jul bersikeras mau ambil SB ke tempat Aqieb yang GJ abis. Haaa dan bisa ditebak, gara-gara urusan ini kami touch down di bunderan UGM jam 8. Nyamperin temen PoDung dulu, baru jalan ke Magelang. Trusss naik ke atas ke Selo. Sampe di Selo jam 11an malem. Siap-siap dan naiklah kita malam itu juga. 

For sure, tracknya Merbabu itu lebih soft dibanding Merapi. Banyak bidang datarnya. Pas naik juga nggak naik-naik amat dan nggak lama udah ketemu bidang datar lagi. Kita istirahat cuma sebentar-sebentar buat minum, ambil nafas dan ngelus2 pinggang. Hawanya juga nggak dingin-dingin amat. Sama Buper Wonogondang di kaki gunung Merapi aja kalah dingin. Tepat jam 5 pagi kita sampai di taman edelwise. Bidang datar luas pertama yang kami jumpai. Pagi itu, pagi memasuki tengah bulan di kalender Hijriah. Jadi bulan yang bulet nyaris sempurna jelas banget kayak lampu penerangan jalan. Putih, bersih samasekali nggak tertutup awan. Kami sholat subuh berjama'ah. Menggelar makanan yang kami bawa dan istirahat. Haaaa...

Aku sama Jul sibuk foto-foto sedangkan dua pasang teman kami masak. Haaa... Foto Jul lebih bagus dari fotoku. Saking seringnya kami jalan-jalan dan foto-foto akhir-akhir ini, kami tau juga, kalau Jul itu spesialis foto landscape. Foto landscapenya bagus-bagus. Sedangkan aku buruk banget kalau foto landscape, tapi jago foto makro. Haahaaa itu kesimpulan kami berdua. Boleh percaya boleh enggak.

Makanya aku akhirnya sibuk foto-foto vegetasi-vegetasi di sana jarak dekat, dengan latar bukit-bukit merbabu, langit, awan. Si Jul, jauh di sebrang sana teriak-teriak, betapa bagusnya awan-awan yang sedang ia foto dan siluet oranye campur ungu campur biru saat matahari mau menyembul ke permukaan. Dia memanggil-manggilku untuk jadi foto modelnya seperti biasa. Ha haaa...

And, when i saw awan-awan itu.... pengen nyemplung ke sana dan berenang-renang. Putihnyaaaa.. udah kayak kapas kecantikan kata Ajis, teman perjalanan kami. Well, itu si Matahari udah mau nongol ya di sebelah Timur, si Bulan bulet yang ada di Barat belum ilang juga. Masih stay calm di posisinya. Huahhhh,, MasyaAllah pokoknya. Begitulah sampai 4 jam setelahnya kami masih foto-foto, makan-makan, ngobrol-ngobrol, dan beramah tamah dengan pendaki lain. Emang ini rombonga paling santai sedunia. Nggak bawa tenda. Tasnya daypack semua, kecuali si Bang Zunan yang bawa Carrier.

Di taman edelwise.
Puncak Merbabu. Ada dimanakah dia? Seberapa jauh lagi? Aku nggak sempet mikir. Mereka juga. Haaa.. Emang nggak ada yang niat muncak mah. Dari 6 orang yang pernah ke Merbabu, cuma Hanapo yang udah pernah muncak. Itu juga setelah 4 atau 3 kali dia kesana, gitu katanya. Di sekelilling kami ada beberapa perbukitan. Di balik bukit yang paling tinggi itu terhampar sabana luas. Sabana I katanya. Ada 3 sabana di Merbabu. Kami berbeda-beda pendapat soal ini. Apakah kami mau kesana, ke salah satu bukit yang landai saja lalu turun lagi, atau langsung turun dan pulang. Mereka menyerahkan atau mempertimbangkan dengan sangat keinginanku. Kata Po, kita naik Merbabu ini nganter Mbak Noor. Waaaa.. Dan aku putuskan untuk naik! Yattaaaaa!!!! Setelah sebelumnya pake acara bingung. Soalnya kalau dilihat kasat mata tu jauh bingit buat sampe Sabana I. Seenggaknya butuh 3 jam. Dannnn the most important, tu tracknya menyerupai tebing veritkal. Lurrrus.. Kemiringannya 70 derajat kali...

Baru beberapa langkah kami naik, kami balik badan dan terlihatlah di sebelah selatan Gunung Merapi berdiri kokoh terang benderang. Kayak bisa dijangkau tangan aja. Bahkan saat kami naik beberapa langkah lagi, pemukiman di bawahnya juga tampak. Mungkin itu Magelang atau Boyolali.

4 teman kami naik dengan mudahnya dengan posisi berdiri. Sedang Aku sama Jul merangkak-rangkak kayak cicak. Sumpah mennnnn, gue takut ngegelundung kebawah kalo kepleset, atau pijakan kakiku kurang kuat. Hanapo bilang, "Jangan liat keatas mbak, ntar kayaknya nggak nyampe-nyampe, fokus aja sama langkah kakinya". Si Bang Zunan bilang "Nggak usah liat ke bawah mbak, percaya sama kakinya". Ngomong-ngomong ini 2 kalimat yang maknanya dalem ya pemirsaa.. Jadinya, aku nggak liat kemana-mana selain bidang tanah yang sedang kuinjak. Tap, tap, tap.. yayyy!!

Waktu akhirnya kami sampe sabana satu tu yaaa.. leganya.. meski mringis juga liat puncak yang masih jauh disana. Ternyata buat sampe sana itu kita musti turun, naik, ketemua sabana II, turun lagi, naik lagi ketemu sabana III, naik lagi baru deh muncak. Ohhh mennn, gue keki-keki penasaran, heuheu..

Kami istirahat lama banget disitu. Sampe tidur bener2 tidur. Masak, makan and of course foto-foto. Gue sih pengennya langsung turun, biar capeknya sekalian. Mumpung ni dengkul masih enak digerak-gerakkin. Masih panas. Tapi kudu ngerti juga sama kondisi rombongan lain. Heee.. Jadi kami turun sekitar jam 3 sore. Dan dari jaman jebot, yang namanya "turun" itu sesuatu yang amat menyiksa bagiku. Dimana kaki kudu nahan berat badan dan bawaan saat kaki menghentak tanah. Kudu ngerem-ngerem. Uh! Linu bukan main. Gue punya asam urat menn. Dulu waktu turun dari Merapi yang lebih miring itu aku pasrat main prosotan di tanah basah.

Sampe di beskem jam 5. Aku tidur karena harus nyiapin tenaga buat mengendarai motor yang tracknya nggak kalah horor. Malem. Berkabut. Lengkap sudah. Nggak kupeduliin tu temen2 yang pesen makanan, ngobrol-ngobrol. Badan yang belepotan. Bodo amat. Pokoknya gue mau tidur. Hee.. Dan alhasil, bangun-bangun ni sepasang kaki ni udah sakitnya minta ampun. Dari beskem ini kita musti jalan TURUN lagi sekian kilometer untuk sampe ke parkiran motor. Heu,, aku jalan udah kayak bekicot. Pegangan si Jul. Karena Dadung pegangan Hanapo,, hahaaaa *apacoba!!

Singkat cerita akhirnya kami pulang ambil jalan muter. Eh muter-muter kuadrat lewat Boyolali. Alhamdulillah. Karena tracknya nggak sehorror kalo lewat Magelang. Aman banget malah. Cuma emang panjaaaaaang banget. Masih di Boyolali itu si Jul udah lesu. "Mbak ini jalan kok kayak nggak ada muaranya ya?". "Iya, kenapa dari tadi Boyolali, Klaten mana Klaten hahaaa...". Tapi ya sepanjang-panjangnya track ini nggak sampe ngabisin bensin 2 liter. Nah kalo lewat Magelang, dua liter kurang. Karena setengah perjalanan itu motor cuma bisa di persneling 2 atau 1. Hah, parah! Nggak papa jauh, yang penting selamet.

Dan jam 10an sampailah di kos adekku. Mandi. Sholat. Tedong. Berencana bangun pagi buat kondangan di nikahan Arif. Tapi gagal total. Gagal bangun. Hahaa.. Akhirnya melarikan diri ke Taman Budaya Yogyakarta. Liat ARTJOG 2014. Ketemu another couple: Pak Sakijo-Mbak Ria di Kotagede. Packing. Dan brangkat ke Surabaya. Touch down jam 4 subuh. Jam 8 ngantor. Meminimalisir gerak. Dan ditanyain banyak orang karena kalo turun tangga, aku jalan mundur kayak petugas pembawa bendera paskribaka kalo turun tangga. Wahaa..

Jadi, mau naik gunung lagi? Mau aja, kalau ada kesempatan. Hahaaa..
I Love Traveling. Nggak jadi soal mau ke gunung, laut, gua, atau sawah pinggir sungai sekalipun hehee..

I love this pict. Ajis, lu keren banget. Haa..






Kamis, 19 Juni 2014

Madura!! #1



Toreng torengngng… Annyoooooong..!! Long time no see hiii.. Kemaren lagi jarang nulis karena lagi nggak ada yang bisa dikeluarin dari kepala selain ingus sama air mata buaya. Nggak ada yang bisa ditulis selain kegalauan dan kekacauan. Takutnya kalau dipaksain nulis dan diposting ntar kalian bacanya mules,, karena isinya curhatan alay ala-ala buku diary. Yang ceritanya ala-ala naskah sinetron drama korea. Udah gitu pemeran utamanya aku gitu? Nggak penting banget kan? Jiahhhh ha haha.. ah sudahlah. Namanya juga idup ya sodara-sodara haaa.. Masak seneng mulu :) tsahhhh,, *kibas jilbab

Hmmmm,, sebenernya belum ada bahan nulis serius juga, sampai dengan aku baca pengumuman sebuah ekspedisi. Aku nggak ikutan sih ekspidisinya, gak lolos heuheu_yaiyalah daftarnya telat, syaratnya nggak lengkap. Heee.. Tapinya termotivasi dengan kata-kata “catatan perjalanan” yang jadi salah satu syarat pendaftaran. Ih, gue bikin ah. Gini-gini kan pernah jalan-jalan. Meski jalan-jalanku itu jalan-jalan kelas kuman. Kesitu doaangngng.. iya, kesitu doang! haaa.. 

Whatever lah ye.. 

Tapi sebenernya emang udah lama pengen bikin ini, tapi gajadi-jadi. So, kali ini aku mau cerita my trip to Madura island yeeey…

Actually, first time I go there itu kalo gak salah Jum’at, 31 Januari 2014. Sehari sebelum nikahan si Maulida Illyani alias Dadung sama Hanafi Prasetyo alias Po. Hooo.. Karena pas nyebrang di selat medure itu aku melakukan rekaman video ucapan selamat ke mereka. Nyanyiin lagu perahu kertas. What a silly,, Tapi ndak jadi dikirim karena gangguan teknis :D

Waktu itu aku nyelip di acara liburan keluarganya Mbak Widya. Kita berlima (Bapak, Ibu, Adek)nya Mbak Widya, Mbak Widya dan aku. Naik mobil. Jadi nyaman bingit, hiiii.. FYI Bapaknya Mbak Wid ini memang punya cita-cita muterin pulau Madura. Sama denganku, jadi aku diajakin. Gratis!! 

Madura itu…, ngng ini aku paparkan data geografinya dulu berdasarkan sumber ya. 

Madura itu adalah suatu gugus pulau yang masih masuk wilayah Jawa TImur. Dipisahkan oleh selat Madura disisi sebelah Barat Daya dari pulau jawa. Luasnya menurut wikipidea yaitu 5.168 km2. Mungkin kalian berpikir, “kalau gitu, Madura tu sebelah mananya Bali ya?”_Atau aku aja yang pernah mikir gitu?. Jadi kalau Bali itu selatnya berbatasan langsung dengan Banyuwangi di sebelah Barat. Nah, kalau Madura, selatnya berbatasan langsung dengan Surabaya di sisi Baratnya dan Situbondo di sisi Selatannya. Untuk lebih jelasnya silahkan buka Google map. Atau peta.

Dengan luas segitu, Madura bisa dikelilingi dalam satu hari. Bener2 keliling muterin garis keliling terluarnya. Karena, coba liat peta sekali lagi, jalan besar di Madura itu ya adanya yang mengitari pulau tersebut. Itu juga nggak besar-besar banget. Di kunjungan pertamaku ini, kami berangkat lewat pelabuhan tanjung perak. Nyebrang pake kapal kecil_entah apa namanya_ yang bisa muat mobil keluarga kurang lebih 15 biji. Plus motor-motor. Buat penumpang_seperti juga kapal lain, disediakan tempat duduk di dek atas. Dari mulai antri masuk, nunggu kapal jalan sampai turun kurang lebih 30 menit. Kalau dihitung penyebranganya aja yaaa.. 15 menit lah. Begitu turun, masuklah kita ke wilayah paling Barat dari pulau Madura yaitu Bangkalan. Kita jalan di sepanjang pinggir pulau Madura. Sampai di satu titik, sepanjang jalan itu pinggirnya lauuuuuuut terus. Laut pantai utara, samudra Indonesia, yang kalau di Tarik garis lurus ke Utara bisa sampe Kalimantan. Kita kendarai teruuuus tu mobil sampe mentok ke wilayah paling Timurnya pulau Madura, yaitu Sumenep. Nggak sampe ujungnya banget sih. Karena takut kemaleman. 

Jadi sore-sore menjelang maghrib gitu kita berhenti di sebuah pantai di Sumenep. Namanya Pantai Selopeng. Kita istirahat dan makan-makan disana. Dari skala 1-10, pantai ini nilainya 7. Nggak ada karang-karangnya. Cuma yang bikin bagus itu pohon cemaranya. Bikin cantik. Pasirnya pasir item kalau ndak salah inget. Selebihnya dia sama seperti pantai-pantai lain. Yang paling penting itu, disana aku naik kudaaaaaaaaaaa akkkkkkkkkkkkkkkkk. FYI, dulu aku memasukkan “naik kuda”_dan hal2 remeh temeh lainnya_ke 100 daftar mimpiku wkwkwk. Itu aku bahagia bangetttt,, emang gitu kalau mimpi nggak ketinggian tu, gampang nyampenya. Gampang bahagianya. 

Oya, pas dhuhur, kita juga berhenti buat istirahat dan sholat di salah satu masjid yang kita temui di pinggir jalan. Karena waktu hari Jum’at, jadi Bapaknya Mbak Widya sholat Jum’at dulu di masjid itu. Kita? Blusukan ke belakang rumah penduduk yang adalah laut :)
Cipa's Collection: Me n Cipa di belakang rumah orang :)
Pas perjalanan ini kita nggak bawa kamera. Samasekali. Cuma ada kamera HP adeknya mbak WIdya. 1,5MP_Kayaknya_dari HP Nokia. Mbak Wid bawa BB tapi kameranya nggak oke banget. Jadi I will describe madure with the latter, oke?

Yang kurasakan tentang Madura. Hem. Madura ituuu.. Banyak angin. Banyak lahan kosong. Jarak Antara satu rumah dengan rumah lain bisa muat dua rumah lagi_bahkan lebih. Jarak pandang luas karena tak terhalangi pohon atau gedung yang terlalu tinggi menjulang. Sering terlihat padang rumput mirip sabana. Vegetasi lain berupa pohon tidak terlalu rapat. Lebih didominasi semak. Masjid-masjid disana besar-besar dan berwarna-warni. Kalau kamu menemukan daerah yang mulai ramai, pasti itu dekat pasar. Pasar disana tumpah ruah sampai ke jalan. Oya, sepanjang jalan dari pelabuhan sampai ke pantai selopeng sama sekali nggak ada lampu merah, mall atau pusat perbelanjaan modern. Jalannya luruuuuuuuus aja. Ada persimpangan paling pertigaan yang jalannya mengarah ke sisi selatan dan itu jalan yang lebih kecil menyerupai gang. Kamu nggak akan menemukan soto Madura atau sate Madura disana. Adanya soto aja, atau sate aja, wakakakakak…

Orang Madura itu kan dikenal keras ya? Dan itu terbukti saat kami melakukan perjalanan ini. Jadi mobil kami itu menyalip mobil lain. Agak mepet memang. Karena di depan kami juga ada kendaraan yang melaju kencang. Saat itu juga pemilik mobil menyalip kami dan berhenti di depan kami. Bapaknya Mbak Wid sudah memprediksi kondisi itu. Dia turun dan menyalami orang itu terlebih dahulu sambil minta maaf tentunya. Orang itu marah-marah. Menyuruh Bapak hati-hati. Dia menghampiri kami juga yang ada di dalam mobil. Memberi nasehat. Kami iya-iya dan manggut-manggut. Suasana tegang banget sumpah.. Karena dia bilang, kalau dia mau dia bisa panggil orang-orang sekampung buat ngeroyok kita. Aku? Ngelus-ngelus adeknya Mbak Wid, karena dia punya penyakit jantung. Heuuu tegang kuadrat ha!

Tapi untungnya nggak sampe gimana-gimana. Sesaat kemudian dia pergi setelah sebelumnya memberi peringatan. Fyuuuhhhhh.. setelah itu, setiap kami mau nyalip, kita liat dulu plat mobilnya. Kalau plat “M” nggak jadi nyalip ekekekek..

Tentang masyarakatnya ini, Madura memang sangat khas. Dia suku tersendiri. Nggak masuk suku jawa. Disepanjang perjalanan kamu akan temukan orang-orang yang bekerja, di sawah, di pasar dll itu lebih didominasi kaum perempuan. Dan mereka bersarung. Sarung bathik khas Madura yang berwarna-warni. Colourfull. Daerah Bangkalan atau yang paling Barat itu memang dikenal dengan masyarakatnya yang lebih “Pemberani”. Sedangkan daerah yang paling Timur atau Sumenep itu masyarakat lebih halus. Kromo inggil kalau Bahasa jawanya. Secara Bahasa maupun tata krama lebih sopan. Dan itu daerah temanku yang lembut dan baik hati: Cmumun. Dan dia mempunyai karakter perempuan pekerja keras layaknya perempuan-perempuan Madura lain. hee…
*ekenapa gaya nulisku agak kaku? Hyyaaa

Rencana awal kami waktu itu, kami mau bener-bener muterin pulau Madura. Begitu sampe Sumenep terus ngikutin jalan sampe tembus sendiri ke jembatan Suramadu. Nyebrang jembatan dan sampailah di Surabaya lagi. Tapi, sekali lagi, karena kemaleman, akhirnya rencana itu kami urungkan. Kami lewati lagi jalan yang kami tempuh tadi, sampai di suatu pertigaan_di daerah TanjungBumi kalau ndak salah_ kami belok kearah selatan. Membelah Madura dari utara ke selatan. Sampai tembus ke jalan menuju suramadu. Kami berhenti lagi di suatu masjid untuk sholat magrib-isya’. Malam hari di Madura ittuu,, sepiiii, gelap. Yaa seperti di desa-desa pada umumnya. Sangat tidak dianjurkan bagi perempuan keluar malam sendirian :D
Sekitar jam 9 malam kami sudah mulai mendekati Suramadu. Berhenti lagi disana buat beli oleh-oleh yayyyy… Ngngngng aku gak beli apa2 sih. 

Abis itu,, termasuk moment paling menakjubkan selama perjalanan: nyebrang jembatan Suramadu, uuuuuuuuuuu… tapi karena di dalem mobil jadi ada ples minesnya. Plesnya, aman, nyaman. Minusnya: gak bisa ngerasain anginnya secara langsung n pandangan mata terbatas sama atep mobil huwaaa…
Jembatan suramadu malem-malem keliatan eksotis. Itu tiang2 yang menjulang menyangga jembatan itu dikasih lampu yang berpendar-pendar gonta-ganti warna. Kedapp-kedip merah biru hijau kuning. Kawat-kawat penyangganya juga. 

Sebenernya kalau punya waktu yang lebih banyak, Madura sangat bisa dinikmati. Alamnya, masyarakatnya, makanannya dll. Waktu kami nyebrang selat Madura pakai kapal disebelahku duduk 2 orang bule, yang dari percakapannya dengan penumpang lain_pake Bahasa Indonesia_diketahui memang tinggal di Sumenep. Dan dia sedang mengajak teman bule satunya untuk kesana. Aku juga pernah nonton tayangan di TV tentang masyarakat Madura especially Sumenep. Lebih mengupas tentang tatanan masyarakat disana. Jadi, penataan rumah tinggal disana itu ada pakemnya. Turun-temurun. Apa ya nama ilmunya kalau di arsitektur itu? Lupa!
Bagaimana susunan letak bangunan utama (rumah induk), rumah anak pertama yang sudah berkeluarga, langgar (mushola kecil), kandang ternak, halaman dll. Ke arah mata angina mana rumah tersebut menghadap. Tentang anak lelaki tidak boleh tidur di rumah kalau sudah baligh. Jadi mereka harus tidur di langgar. Mirip seperti orang minang. 

Haaa ini episode pertamaku ke Madura. Ada episode dua nya ketika aku kesana naik motor sama dua orang temanku. Travelling productive judulnya. Soalnya sambil sight-seeing barang dagangan: Bathik Madura yang cantik-cantik itu. Next time yaa…

Cipa's collection: Mbak Wid, Cipa, n Me on the Ship