Senin, 30 Desember 2013

Jodoh pasti bertemu--Sebuah resensi buku marketing

Judul: We are All Weird—Saatnya Menjadi Orang Aneh
Penulis: Seth Godin
Penerjemah: Yuliani Liputo
Penerbit: Kaifa-Entrepreneurship, PT. Mizan Pustaka
Tahun: 2011
Tebal: 104 h; 20,5 cm
Perolehan: Beli sendiri dengan harga 5 ribu rupiah di IBF Malang bersama teman2 relawan tanggal 2/12/13 :p

Menurutmu dengan sampul seperti ini, ini buku tentang apa?
Source Gambar di sini
Haa,, kupikir ini semacam buku psikologi/kepribadian kontemporer. Atau setidaknya buku lawak. And I was wrong! Tottaly Wrong! Bahkan synopsis di belakangnya pun tak mampu membantuku untuk mengetahui jenis buku apa ini. Bahkan juga gambar kurva lonceng di belakang. Kupikir, novel saja ada yang pakai teori Fisika, kenapa buku lawak tidak mungkin. He he.. Kecuali jika aku lebih jeli memperhatikan logo penerbit yang ternyata ada tambahan kata “Entrepreneurship”nya. Atau barcode belakangnya yang ada tulisan “Bisnis Manajemen”.

Buku ini ditulis oleh Seth Godin. Ia sudah menerbitkan 13 buku, blogger popular & seorang entrepreneur sukses. Buku2nya telah diterbitkan ke dalam lebih dari 35 bahasa. Ia adalah pendiri dari Squidoo.com, salah satu dari 100 situs web paling popular di AS. Godin juga kolumnis di Fast Company & Harvard Bussiness Review. Ia juga sudah pernah ribuan kali menjadi keynote speaker di berbagai perusahaan, lembaga pemerintah dan lembaga nirlaba.

Ya, jadi tentang kurva lonceng yang saya sebutkan tadi, anda tau kan? Yang bentuknya seperti bukit atau punuk unta. Itu adalah kurva distribusi normal. Apa itu normal? Normal adalah yang ada di tengah dari kurva itu. Yang paling banyak jumlahnya. Kalau ahli statistika dalam hal ini cukup serius untuk mendefinisikannya: Dalam teori probabilitas, distribusi normal (atau Gausian) adalah distribusi kontinu… Ketinggian rata2 pria dewasa di AS adalah sekitar 70 inci (175 cm), dengan standar deviasi sekitar 3 inci (7,5 cm). ini berarti bahwa kebanyakan pria (Sekitar 68%, dengan asumsi distribusi normal) memiliki ketinggian lebih atau kurang dari 3 inci dari rata2, satu standar deviasi. Jadi jika tinggi anda Antara 167,5 cm atau 182,5 cm, orang di kelas statistic akan mengatakan Anda berada dalam standar deviasi dari rata2. Di kelas Bahasa inggris, anda akan disebut normal.
Source gambar di sini

Dalam buku ini selanjutnya dijelaskan dan dipaparkan banyak contoh yang intinya mengacu pada kesimpulan bahwa: Kurva distribusi normal itu makin lebar. Atau lebih parah, ada banyak kurva dalam satu diagram. Oh ya, kalau yang normal itu adalah yang ada di tengah kurva. Nah yang ada di pinggiran itu adalah yang aneh. Jadi kalau kurvanya melebar, yang aneh itu makin banyak.

Masalahnya disini bagi para pemasar, dan produsen. Atau industry, atau pabrik yang memproduksi dan memasarkan barang secara massal. Tiba-tiba mengurangi penurunan jumlah konsumen. Pabrik sepatu, pakaian, elektronik, minuman soda bahkan penyedian jasa hotel. Disini dicontohkan banyak sekali kasus. Tapi karena kasusnya adalah barang2 produksi AS yang tidak saya mengerti, saya ambilkan contoh yang saya mengerti saja:

Kata si penulis: Teman saya Chip memiliki jaringan hotel di daerah San Fransisco. Diawali dua puluh lima tahun yang lalu, setiap hotel bersifat personal dan autentik—serta berbeda. Ketika berjalan masuk ke dalam salah satu hotel itu, Anda akan berkata, “wow, tempat ini khusus untukku”. Atau mungkin anda berkata “Apa-apaan ini?”. Detailnya pas. The Phoenix berada di lingkunhan San Fransisco yang buruk, dan bahkan bukan sebuah hotel. Melainkan motel dengan kolam renang yang dilukis tangan dan pesta sepanjang malam.

Ketika tren hotel butik berubah dan bertumbuh, beberapa pelaku bisnis hotel pasar massal (seperti Hyatt) mulai melihat-lihat dan berkata, “Baiklah, ini adalah hotel-hotel murah dengan harga relatife tinggi. Mari kita tumbangkan sebagian dan naikkan harga untuk bagian baru dari pasar massal.” Saya menuliskan ini dari meja di kamar saya di Hotel Andaz, Los Angeles, upaya Hyatt untuk menjadi aneh. Tapi hotel ini tidak aneh, setidaknya bagi saya. Masih belum pas benar.

Di kasus barang-barang produksi massal ini lebih parah. Sekarang makin banyak produsen yang bahkan mau menyediakan sepatu yang bisa didesain sendiri. Jika anda hanya punya satu kaki, Anda dapat membeli sepatu tunggal dari Nordstrom Online. Merekalah yang akan mencarikan pembeli untuk yang sebelah lagi. –Intermezo: Saya jadi ingat Budi, teman saya yang Cuma punya satu kaki. Suatu kali saya pernah bertanya, “kamu kalau beli sepatu, yang sebelahnya diapain Budi?”. Dia menjawab agak bingung,”yaa dibiarin aja mbak, kalau yang bagus tak simpen he he”

Dan kenapa ini semua terjadi? Jawabannya adalah karena seluruh penduduk dunia sekarang ini bisa terhubung, kapanpun dimanapun.
  • Memang banyak jenis orang yang menekuni hobi aneh seperti mereparasi mesin tik, sepeda klasik, koleksi kaset/VCD klasik. Tapi sebelumnya mereka sendirian. Kini mereka bisa terhubung, dua arah dan bertukar informasi tentang keanehan mereka.
  • Menjadi vegetarian atau Zoroastrian di Amerika itu aneh. Tapi tidak di India. Mendukung dan mengkampanyekan partai politik di tengah masyarakat passive itu aneh. Tapi tidak sekarang ketika Anda terhubung dengan internet.
  • Internet juga memungkinkan anda untuk mencari benda teraneh, hobi teraneh, dan apapun aneh yang lain.
Factor lain adalah kenyataan bahwa masyarakat sekarang makin kaya. Masih menurut penulis: Kaya disini bukan berarti banyak harta. Kaya adalah istilah Saya untuk seseorang yang mampu untuk membuat pilihan, yang memiliki lebih dari sumber daya yang memadai untuk bertahan hidup. Anda tidak perlu pesawat pribadi untuk menjadi kaya, tetapi anda perlu cukup waktu dan makanan dan kesehatan dan akses agar dapat berikteraksi dengan pasar untuk barang-barang dan untuk ide-ide. Seorag Swami yang saya jumpai di India adalah kaya. Bukan karena ia memiliki rumah mewah atau mobil (dia tidak memilikinya). Dia kaya karena dia bisa membuat pilihan dan dia dapat membuat dampak pada sukunya. Bukan hanya pilihan tentang apa yang akan dibeli, tetapi pilihan tentang menjalani hidup. Haaa.. Aku suka definisi ini, karena kalau begini aku masuk kriteria kaya :D

Buku ini juga berbicara dengan baik tentang pendidikan yang juga produk massa. Anak-anak disiapkan untuk menjadi SDM pekerja yang menjadi komoditi pabrik pembuat produk massa.

Yah, jadi intinya aku tertipu. Ini buku tentang entrepreneurship/marketing/manajemen bisnis. Ya, semacam itu. Tapi karena aku adalah pembaca yang tidak mudah menyerah akhirnya setelah hampir sebulan selesai juga buku ini. Dengan ketipisannya harusnya 2 hari juga selesai. Tapi kenyataan bahwa dengan ketipisannya ini pada akhirnya aku tidak bisa berhenti untuk menulis reviewnya itu aneh. Aku jadi pengen semacam menulis ulang buku ini versi Indonesia supaya lebih bisa dipahami orang banyak. Kemudian menyebarkannya.
Terus terang di Review ini banyak alur dan kerangka pikir penulis yang aku bolak-balik. Mengikuti apa yang aku pahami setelah membaca buku ini. Karena seperti biasanya buku terjemahan, buku ini susah sekali dibaca. Aku bahkan tanpa sadar membaca ulang halaman 15 misalnya, padahal seharusnya aku sudah sampai halaman 24. Karena aku lupa sudah membaca halaman itu sebelumnya. Padahal fakta buku ini valuable banget. Menurutku.

Nih ya, aku bekerja di lembaga nirlaba. Tepatnya zakat. Aku cukup tau kalau lembaga ini, juga mungkin lembaga lain yang bergerak di bidang yang sama sedang mati2an mengejar target. Macam2 strategi dilancarkan. Di sisi lain—IMHO—menurut SWOT, di bagian treat itu, bayak sekali list ancaman dari luar. Dalam hal ini pesaing. Yang dalam hal ini juga pesaingnya aneh-aneh. #SR (Sedekah Rombongan) misalnya, komunitas SeBung (Sego Bungkus), Makelar Sedekah, mereka ini ngePOP baget gila! Dan cuman lewat Twitter! Catet! Lewat Twitter! Belum lagi kasus2 dadakan kayak: Koin untuk Prita, Tasripin dll. Mereka ini nggak cetak baliho, spanduk, banner. Nggak nerbitin majalah bulanan, laporan tahunanan dll. Nggak punya banyak karyawan yang harus digaji. Tapi apakah mereka pesaing yang tidak patut untuk diperhitungkan? He he.. nggak taulah, cuman arah trend jaman sekarang memang aneh. Oh ya, ini terlepas sama yang namany Fastabiqul Khoirot lhoo yaa.. 

Intermezo lagi. Mungkin saking keliatan aku berusahanya menyelesaika buku ini, teman kosku sampai berkata “Udah nggak usah dipaksaian kalau nggak suka”. Aku bersikeras “Aku tu pantang mbak baca buku nggak selesai. Sejelek apapun!”. Dan lagi (kali ini hanya dalam hati) aku ini sedang belajar mati2an untuk melihat segala sesuatu secara positive, lebih dekat serta mencoba menikmati apa yang ada. Dan memang, baru beberapa lembar baca buku ini (walaupun tersiksa), aku mulai agak optimis untuk memulai ide usaha kemasan untuk UKM atau menjual buku-buku Rekam Medik. 

Atau yang agak sedikit lebih gila, setelah diajak ngobrol tentang “Teh” sama temanku. Coffee Shop kan banyak ya? tapi kalau Tea Shop, ada nggak sih? Bikin satu kayaknya keren deh. Wakakak.. menyediakan Teh yang diseduh ala Jepang, ala orang Jawa, ala orang sunda, ala Bapakku. Yang mungkin di campur melati, bunga krisan, kayu manis, lemon, strawberi, nangka, wakakak. 

Haaah, akhirnya, satu kesimpulan absurd yang juga nggak nyambung (biar total anehnya) adalah keyakinanku bahwa, bertemu buku itu adalah jodoh. Kenapa dia sampai ada di tangan kita. Meski sepertinya itu mustahil. Jangan ketawa! karena aku benar2 pernah mengalami hal yang lebih magis. Dari aku yang salah duga tentang buku ini. Tentang sampul, judulnya dan isinya yang nggak sinkron. Sebel? Pasti. Tapi pada akhirnya ini sudah jadi milikku. Keputusan untuk menikmati atau merutukinya ada di tanganku. Keputusan untuk aku baca habis atau tidak juga ditanganku. Pada akhirnya setelah diupayakan, aku benar-benar mendapatkan ilmu yang keren.

Everything happen with a reason right? Jadi, kenapa aku sampai membeli buku ini juga pasti ada maksudnya. Emang udah jodoh. Jodoh pasti bertemu. Ha ha.. 

Oh ya, satu lagi. Disini penulisnya ngasih tau, kalau yang disampul buku itu namanya Jeremy. Salah seorang peserta kompetisi janggut dan kumis sedunia. Dia bangga menjadi aneh, dan cukup kaya untuk memilih passionnya. –beeh, dia nggak tau aja, di Indonesia banyak yang begini :D



Share:

0 komentar:

Posting Komentar