Hmm hmm..
Belum benar – benar sembuh sih dari penyakit tak bisa
berkata – kata. Jadi masih agak takut – takut. Hi hi.. Jadi pelan – pelan ya..
Sekitar akhir tahun 2015 kemarin akhirnya saya menonton film 'Tenggelamnya Kapal Van der Wijck'. Di tipi dong. Karena saat filmnya launching, saya sudah berada di hutan. Tapi sebelumnya saya sudah pernah membaca bukunya. Reviewnyabisa dilihat disini.
Secara singkat, film adaptasi novel ini dibuat sama dengan cerita aslinya. Tentang seorang pemuda_yang dianggap_ tak bernasab. Bapaknya
orang Minang yang masyarakatnya matrilinial. Sedangkan ibunya orang Makassar yang
masyarakatnya patrilinial. Zainuddin namanya. Ia lahir di Makassar, namun kemudian
merantau ke Minang setelah ibunya meninggal. Mengharap untuk mendapat keluarga baru. Namun disana ia tidak terlalu diakui
karena ibunya bukanlah orang Minang. Merasa terasing. Namun kemudian ia bertemu
Hayati yang baik hatinya. Zainuddin merasa diterima. Hayati pun memiliki
simpati dan perasaan belas kasih. Keduanya jatuh cinta.
Dengan pengantar seperti itu, bisa diduga bahwa kisah tidak akan berakhir bahagia. Latar belakang sosial Zainuddin menjadikan kisah cintanya tidak
mulus. Terkendala restu dan adat. Hayati akhirnya menikah dengan pemuda lain
yang lebih disetujui keluarganya. Huw huw huw huwwwww.. T_T
*break dulu. Ngusap air mata*
Akhirnya Zainuddin patah hati_menurutku sih keduanya patah
hati_bahkan sampai almost crazy. Tapi Allah masih baik kepadanya. Masih ada
orang – orang yang peduli dengannya yang terus memberinya penyadaran. Bahwa ia
masih mempunyai sesuatu yang bisa diperjuangkan. Minat dan bakatnya dalam
menulis mendapatkan pengakuan dari masyarakat.
Zainuddin merantau lagi. Kali ini ke Jakarta. Berniat
menekuni kariernya untuk menjadi penulis. Dan ia berhasil bahkan sukses. Kariernya
ini juga yang membawanya pindah lagi ke Surabaya.
Sementara Hayati dan suaminya hidup dalam pernikahan yang
kurang bergairah. Sang suami merasa tak bisa mendapatkan cinta istrinya meski
tlah menikahinya. Padahal Hayati telah berusaha untuk menjadi istri yang baik. Dia
telah berusaha mengubur dalam – dalam perasaannya. Karena urusan pekerjaan,
mereka pun pindah juga ke Surabaya. Disanalah mereka bertemu kembali.
Cerita yang dari awal sudah dramatis, bertambah dramatis. Satu
– satu diantara mereka tersiksa dengan perasaannya masing – masing.
Suami Hayati memanglah berperangai buruk sejak awal. Saat di
Surabaya hal itu memburuk. Sampai frustasi dan bunuh diri. Menyerahkan Hayati
pada Zainuddin. Sedang Zainuddin yang diserahi tak bisa menerima. Ia sudah
memaafkan Hayati, namun masih belum bisa melupakan rasa sakitnya. Jangan tanya
cinta, Hayati tak pernah pergi sedikitpun dari hati dan pikirannya.
Zainuddin mengirim Hayati pulang ke kampung halamannya
sepeninggalan suaminya. Ini amat menyakitkan bagi Hayati. Ia sudah ungkapkan
segala isi hatinya, tapi Zainuddin tak tergoyahkan. Hayati pulang menaiki kapal
Van der Wijck. Kapal itu mengalami musibah dan tenggelam di pantai utara. Di lamongan.
Hayati masih selamat. Ia dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Zainuddin
begitu mengetahui kabar tersebut langsung mencari Hayati. Mereka bertemu, dan
mengungkapkan pengakuan hati masing – masing, sayangnya untuk yang terakhir
kali. Hayati menemui ajalnya.
Nah,, sekarang komennyaa.. hehe..
Tapi sebelum komentar dari saya, ada komentar – komentar teman yang ingin saya kutip. Jadi, kami memiliki group GJ di BBM. Tujuan, visi misi dan anggotanya tidak jelas. Jadi isi obrolannya juga seringkali tak jelas. Suatu waktu kita membahas tentang
film ini. Saya tidak ikut berkomentar karena belum nonton, hakkkk!
Kebanyakan dari mereka, tepatnyaa.. dua orang, yaitu sebut saja dia MM dan BB tak habis pikir dengan tokoh dalam film itu. Yitu Zainuddin dan Hayati. “Gara – gara patah hati kok sampe segitunya” kurang lebih seperti itu komentar mereka.
Kebanyakan dari mereka, tepatnyaa.. dua orang, yaitu sebut saja dia MM dan BB tak habis pikir dengan tokoh dalam film itu. Yitu Zainuddin dan Hayati. “Gara – gara patah hati kok sampe segitunya” kurang lebih seperti itu komentar mereka.
“Kok sampe segitunya..”? Maksudnya? Haaaa.. aku jadi membayangkan filmnya memang dibuat sedramatis apasih? Maksudnya memang patah hatinya sampai seperti apa? Kan kalau di buku, setelah Hayati menikah Zainudin melamun, menangis, dan kehilangan semangat hidup. Tapi kan nggak sampai bunuh diri?! haa..
Dan pada akhirnya, tak lama, saat saya akhirnya menonton film
ini, saya jadi 'ngomel – ngomel' dan ingin memprotes si MM dan BB. Pokoknya protess! Ingin memprotes di group dan mengatakan pada seluruh dunia tentang pendapatkuuuu
uuuuu...
Itu tu.. seharusnya jangan dilihat dari sisi itunya. Jangan dilihat
dari saat Zainuddin patah hatinya! Atau saat Hayati juga menangis –
nangis di depan Zainuddin. Jangan! Ya.. gimana sih, kalau orang sedang patah hatinya? Ya seperti itu kan? Seperti ada yang tiba - tiba terlepas. Hilang tak tau kemana. Kayak kroak
tinggal separo. Oke lah kalau MM dan BB atau teman – teman belum pernah merasakannya. I hope not. Jangan sampai. Tapi percayalah itu sakitnya beneran. Maksudnya, saking sakitnya, sampai kalau di kisah – kisah lain itu banyak yang endingnya
lebih tragis. Bunuh diri misalnya. Atau gila. Nah lihatlah sisi yang bagian
ini. Tentang bagaimana perjuangan orang yang patah hati untuk terus survive
dalam hidup yang dianugrahkan kepadanya. Yang itu memerlukan sebuah kekuatan
dan keberanian luar biasa. Dan tidak mudah.
Harusnya justru tokoh – tokoh dalam kisah ini patut
diapresiasi. In case kisah yang bertema patah hati, ini termasuk yang heroik. Bagaimana
tokoh – tokoh dalam cerita ini berusaha matian – matian supaya tak mati sia –
sia. Bagaimana untuk tetap hidup meski jiwa tak utuh lagi. Bagaimana bahkan
untuk tetap berkarya dan berdaya di tengah – tengah masyarakat. Bagaimana mereka
pada akhirnya memilih untuk tetap bertahan dan menguat ketimbang melemah dan
kalah untuk kemudian mati sia – sia. *Ish.. kok ga diliat sisi ini nya sih..*
Zainuddin bahkan bisa menghasilkan karya dari kisah hidupnya
yang pahit itu. Terus berusaha menerima dan berdamai dengan apa yang telah ia
alami. Membagi kisahnya meski tak lugas. Ia bahkan tak ingin orang lain
bernasib sama sepertinya. Ia bantu pemuda yang ingin menikah namun kesulitan
biaya.
Juga Hayati. It is not easy for her at all. Ya.. kan perempuan
memang cenderung mengikuti aturan dan norma – norma yang berlaku pada
masyarakat apalagi keluarga. Betapapun itu bertentangan dengan hatinya. Memang dia
yang memutuskan, tapi tak berarti ia tak patah hati. Ia bahkan harus berusaha
mencintai orang lain. Ditambah kenyataan bahwa dia sendirilah yang telah
menyakiti orang yang dia cintai. Padahal bagi orang yang mencinta, melihat yang
dicintai sakit ia ikut sakit. Jadi sakitnya Hayati dobel – dobel. Actually sampai disini saya mulai sotoy dan berlebihan. Heuheu.
Artinya, kita manusia tak pernah tau dan tak pernah bisa
memilih akan takdir yang telah dan akan menimpa kita. Yang pada akhirnya
penting adalah bagaimana kita menyikapinya. Bagaimana kita menghadapinya. Apakah
kita akan bertahan dan terus berjuang, atau menyerah dan melemah. Dan tentu
saja sikap untuk tetap bertahan dan berjuang adalah sikap yang patut kita
hargai.
Bahkan, Tere Liye sampai membuat novel yang ingin
menyampaikan pesan bahwa, meskipun kau telah patah hati, kau masih bisa
melanjutkan hidup. Karna "pecinta sejati tidak akan mati, sampai maut datang
menjemputnya". Sang Penandai – Tere Liye.
Jadi mari kita hargai orang – orang yang keep trying to
survive dengan hatinya yang tinggal separo. Untuk kemudian semoga saja menemukan Sepotong Hati yang Baru. Dan do’akanlah ia. Do’akan aku juga
:D.
*Ditulis sudah sejak tahun yang lalu. Tapi baru bisa merapikan kembali untuk diterbitkan.
![]() |
Gambar diambil dari sini |
aku wis komen... #sekian
BalasHapusHahaaa.. Terimakasih saudara Anonim :)
Hapusaku kalau begitu aku juga komen
BalasHapusIni siapa? haa..
Hapus