Di perjalanan menuju kantor, di hari pertama kerja. Yah
kerja.. istilah itu seperti istilah
keramat saja selama ini. Mengingat status saya yang sudah tidak kuliah. Kata
itu sudah seperti kata wajib untuk menamai suatu fase setelah pendidikan. Apapun
pendidikannya..
“Sekarang kerja dimana mbak Noor?”
“Belum kerja siih, tapi kalau kerjaan ada” seperti itu
biasanya kalau saya ditanya. Nah, berarti saya termasuk penerima mazhab
fase-fase kehidupan itu ya? Ha ha
Di jalan itu, saya antara percaya dan tidak telah menjadi
salah satu bagian dari kerumunan orang berkendaraan di pagi hari untuk sampai
tepat waktu di tempat kerjanya. Setelan seragam kantoran, sepatu phantofel, tas
kantor (lazimnya sih seperti itu, tapi saya masih setia dengan tas gendong yang
baru hari ini saya ketahui kalau jaitannya ada yang copot lagi), dan banyak
juga yang pakai jaket karena mungkin jarak tempuhnya cukup jauh.
Cerita ini belum selesai dan baru saya tulis kembali setelah
5 bulan masa kerj Saya. Setelah 3 bulan training dan perpanjangan kontrak
selama satu tahun di tanggal 10 April kemarin. Dan setelah itu saya belajar
meresapi segalanya. SEGALA-GALANYA.
Asal tau saja, meski menurut kebanyakan orang saya
menyebrang jauuuuh dari displin ilmu saya, tapi tidak menurut saya. Anda
percaya kan, kalau takdir itu bekerja secara misterius? Kira-kira begitulah takdir bekerja pada saya.
Setidaknya, saya sudah membayangkan pekerjaan semacam ini sejak saya masih SD. Secara
absurd, tanpa tau apa nama pekerjaan ini. Apapun, yang penting membantu
masyarakat, baik secara komunal maupun personal untuk mewujudkan kehidupan yang
lebih baik. Mengoptimalkan seluruh sumber daya yang tumpah dari surga di bumi
Indonesia.
Fase saya masuk kuliah dan memilih berkegiatan di dunia
kerelawanan kalau boleh jujur saya jalani seperti orang tidur/tidak sadarkan
diri. Namun kemudian, entah bagaimana dapat terbentuk menjadi mekanisme yang
mendukung. Memang saya telah memilih tapi tanpa kesadaran penuh. Apalagi soal
kuliah! Yang saya pahami dari cita-cita absurd saya itu, maka saya haruslah
kuliah di ilmu pertanian atau menjadi politikus (tanpa tau disiplin ilmu yang
relevan). Sementara, keluarga yang memprospek saya untuk langsung “dapat kerja”
begitu lulus kuliah mengarahkan saya ke jurusan ilmu-ilmu kesehatan. Padahal,
ketika masih SMA dan sering mendapat brosur Sekolah tinggi maupun PTN/PTS,
jurusan kesehatanlah yang paling saya abaikan. Jangankan saya baca, pegang pun
tidak. JIka pada akhirnya saya masuk ke STIKES Surya Global Yogyakarta jurusan
Kesehatan Masyarakat konsentrasi Rekam Medik, itu lebih karena kakak saya yang
tidak tau beda jauh antara Radiologi dan Rekam Medik. Jika saja saat itu STTNas
BATAN masih membuka pendaftaran, jadilah saya sebagai radiographer sekarang. Kemudian
mati muda karena sering-sering terpapar radiasi, heee..
Setelah itu, entah bagaimana saya tersihir dengan kata-kata
pemberdayaan masyarakat. Seperti sudah insting saja, tanpa tau maknanya. Satu
kali mendaftar menjadi relawan PKPU dan gagal, kemudian mendaftar di relawan
Rumah Zakat dan baru di pendaftaran kedua saya diterima dengan perjuangan yang
berdarah-darah.. heu heu.. Disinilah semuanya mulai tereja sedikit demi
sedikit. Saya sangat menikmati diskusi-diskusi dan kajian-kajian mengenai
pemberdayaan masyarakat, terjun langsung dalam kegiatan masyarakat dan tentu
saja edisi membaca ayat-ayat kauniah bersama teman-teman relawan. Yaah.. justru
orang-orang yang ada di relawanlah yang mengajari saya banyak hal. Sadar atau
tidak, mereka telah banyak merubah hidup saya. Ini, tidak hanya terjadi pada
saya, tapi pada hampir semua orang yang tergabung dalam entitas ini. Kemudian intersection
antara kesiapan dan kesempatan itu terjadi. Akhir tahun 2011 saat masa
penantian wisuda , peluang itu hadir. Saya dilamar untuk dapat menempati posisi
kosong karena mutasi beberapa pemegang amanah. And, Well… This is It. I Love My Job.
0 komentar:
Posting Komentar