Jumat, 15 Juni 2012

10 Januari 2012


Di perjalanan menuju kantor, di hari pertama kerja. Yah kerja.. istilah itu seperti  istilah keramat saja selama ini. Mengingat status saya yang sudah tidak kuliah. Kata itu sudah seperti kata wajib untuk menamai suatu fase setelah pendidikan. Apapun pendidikannya..
“Sekarang kerja dimana mbak Noor?”
“Belum kerja siih, tapi kalau kerjaan ada” seperti itu biasanya kalau saya ditanya. Nah, berarti saya termasuk penerima mazhab fase-fase kehidupan itu ya? Ha ha
Di jalan itu, saya antara percaya dan tidak telah menjadi salah satu bagian dari kerumunan orang berkendaraan di pagi hari untuk sampai tepat waktu di tempat kerjanya. Setelan seragam kantoran, sepatu phantofel, tas kantor (lazimnya sih seperti itu, tapi saya masih setia dengan tas gendong yang baru hari ini saya ketahui kalau jaitannya ada yang copot lagi), dan banyak juga yang pakai jaket karena mungkin jarak tempuhnya cukup jauh.
Cerita ini belum selesai dan baru saya tulis kembali setelah 5 bulan masa kerj Saya. Setelah 3 bulan training dan perpanjangan kontrak selama satu tahun di tanggal 10 April kemarin. Dan setelah itu saya belajar meresapi segalanya. SEGALA-GALANYA.
Asal tau saja, meski menurut kebanyakan orang saya menyebrang jauuuuh dari displin ilmu saya, tapi tidak menurut saya. Anda percaya kan, kalau takdir itu bekerja secara misterius? Kira-kira  begitulah takdir bekerja pada saya. Setidaknya, saya sudah membayangkan pekerjaan semacam ini sejak saya masih SD. Secara absurd, tanpa tau apa nama pekerjaan ini. Apapun, yang penting membantu masyarakat, baik secara komunal maupun personal untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Mengoptimalkan seluruh sumber daya yang tumpah dari surga di bumi Indonesia.
Fase saya masuk kuliah dan memilih berkegiatan di dunia kerelawanan kalau boleh jujur saya jalani seperti orang tidur/tidak sadarkan diri. Namun kemudian, entah bagaimana dapat terbentuk menjadi mekanisme yang mendukung. Memang saya telah memilih tapi tanpa kesadaran penuh. Apalagi soal kuliah! Yang saya pahami dari cita-cita absurd saya itu, maka saya haruslah kuliah di ilmu pertanian atau menjadi politikus (tanpa tau disiplin ilmu yang relevan). Sementara, keluarga yang memprospek saya untuk langsung “dapat kerja” begitu lulus kuliah mengarahkan saya ke jurusan ilmu-ilmu kesehatan. Padahal, ketika masih SMA dan sering mendapat brosur Sekolah tinggi maupun PTN/PTS, jurusan kesehatanlah yang paling saya abaikan. Jangankan saya baca, pegang pun tidak. JIka pada akhirnya saya masuk ke STIKES Surya Global Yogyakarta jurusan Kesehatan Masyarakat konsentrasi Rekam Medik, itu lebih karena kakak saya yang tidak tau beda jauh antara Radiologi dan Rekam Medik. Jika saja saat itu STTNas BATAN masih membuka pendaftaran, jadilah saya sebagai radiographer sekarang. Kemudian mati muda karena sering-sering terpapar radiasi, heee..
Setelah itu, entah bagaimana saya tersihir dengan kata-kata pemberdayaan masyarakat. Seperti sudah insting saja, tanpa tau maknanya. Satu kali mendaftar menjadi relawan PKPU dan gagal, kemudian mendaftar di relawan Rumah Zakat dan baru di pendaftaran kedua saya diterima dengan perjuangan yang berdarah-darah.. heu heu.. Disinilah semuanya mulai tereja sedikit demi sedikit. Saya sangat menikmati diskusi-diskusi dan kajian-kajian mengenai pemberdayaan masyarakat, terjun langsung dalam kegiatan masyarakat dan tentu saja edisi membaca ayat-ayat kauniah bersama teman-teman relawan. Yaah.. justru orang-orang yang ada di relawanlah yang mengajari saya banyak hal. Sadar atau tidak, mereka telah banyak merubah hidup saya. Ini, tidak hanya terjadi pada saya, tapi pada hampir semua orang yang tergabung dalam entitas ini. Kemudian intersection antara kesiapan dan kesempatan itu terjadi. Akhir tahun 2011 saat masa penantian wisuda , peluang itu hadir. Saya dilamar untuk dapat menempati posisi kosong karena mutasi beberapa pemegang amanah. And, Well…  This is It. I Love My Job.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar