Kamis, 31 Juli 2014

Nonton lagi, 3 hati 2 dunia 1 cinta



It is Day 4 Lebaran. And, aku 4 harian acaranya Cuma glundang-glundung kayak semangka *nyontek status mbak ipar_my glundang-glundung’s mate ha haaa… Ya gak gitu2 jugag sih… Cuma ya, lebaran taun ini emang beda bingit. Ganjil. Gak tau di sebelah mana. Banyak factor. Hiii… yang pasti kerasa itu ya, temen2 yang tadinya bisa diajak jelong2 pada gabisa diajak. Kalo tadinya aku dan mereka sama statusnya, bujang perantauan gak terikat status kependudukan dengan tempat tinggal alias nomad, sekarang.. Mereka masih ada tapi beda status hihi… Haa malah curhat.

Ya disela-sela jadual kunjunganku ke sodara2, yang lain diisi dengan glundang-glundung itu tadi. Sambil baca, makan, nonton tipi, mainan sama ponakan, jait baju Barbie dan seperti sekarang, sambil nulis. Minimal ada hasilnya ha haa.. And I wanna made some story telling about the film I was watched. *tambahancurajainggrisku

Yeaah,, hari ini Kompas TV muter film ini: 3 hati 2 dunia 1 cinta. Sebenernya ini sudah kali kesekian aku menontonnya, tapi nggak ada bosennya. Banyak nilai yang bisa diambil disana. Ceritanya sederhana. Konfliknya sudah biasa. Cuma cara kemasnya, diksinya, percakapannya plusss pemain filmnya yang keren. Kali pertama aku menonton juga bukan di bioskop. Tapi di computer di rental yang dulu aku jaga. Tahun 2011an kayaknya. Dan di kali kesekian aku menontonnya ini, ada nilai lain lagi yang membuat jadi beda. Hal yang membuat tangisanku tambah kenceng dan keras. Padahal tadi aku liatnya pas udah tinggal ¼ ceritanya. Norak! *biarin :p

Setauku, film ini diangkat dari novel Ben Shohib berjudul: The Da Peci Code_iya emang terdengar seperti plesetan The Da Vinci Code. Aku belum pernah baca novelnya, Cuma di filmnya ditulis kalo itu diangkat dari novel tersebut. Ceritanya tentang cinta beda agama antara Rosyid (Reza Rahardian) dan Delia (Laura Basuki), *Haaaa I’m the big fan of them. Rosyid yang kribo itu kuliah di jurusan Sastra di UI. Rambutnya kribo. Keluarganya taat agama bahkan masih ada turunan Arab. Orangnya easy going, asal dan cuek. Kendaraannya aja motor pitung yang suka macet. Pandangannya soal agama agak beda dengan orangtuanya yang cenderung kolot dan tradisionalis_terbukti dengan kepercayaannya pada golongan spiritual. Dia digambarkan sering berantem sama Babenya dan nggak nurut orang tua. Tapi tetep disayang. Delia kuliah di Universitas Kristen, dari keluarga Kristen taat. Dan anak tunggal. Mereka ketemu dan kenalan saat sama2 ngurusin pendidikan anak kurang mampu atau anak jalanan gitu. Delia memang aktif di kegiatan organisasi kampus. Singkatnya mereka saling suka dan have a relationship. Entah apa namanya. Gampangnya kita sebut saja pacaran. Pacarannya santai, banyak becanda dan diskusi daripada mesra-mesra romantis2an. Dan Rosyid agak menjaga soal sentuhan2 gitu hi hiii..

Dan seperti yang sudah diduga, seperti halnya hubungan jenis apapun antara dua orang manusia laki2 dan perempuan, mau ada namanya mau kagak, pada akhirnya sampai ke titik, “kita mau apa?” Haaa… disinilah mulai konflik itu. Antara Rosyid dan Delia, Rosyid dan keluarga, Delia dan keluarga, tak terkecuali konflik Rosyid dengan dirinya sendiri dan Delia dengan dirinya sendiri. Ada juga tokoh tambahan Nabila (Arumi Bachsin) yang ceritanya dijodohin sama Rosyid oleh orangtua Rosyid. Buat nyelametin Rosyid dari nikah beda agama. Tapi nggak jadi karena Rosyid nggak mau.

Scene paling kena itu ya pas ini. Pas Rosyid dan Delia sama-sama merenungi diri mereka, sebagai diri sendiri, sebagai hamba Tuhan, sebagai anak dari orangtua, sebagai bagian dari masyarakat. Digambarkan Rosyid itu sudah hampir bulat pada tekadnya menikahi Delia meski beda agama, karena tak pernah terbersit sedikitpun niat Rosyid untuk mengubah keyakinan Delia. Begitupun Delia, yang justru hampir mengalah untuk mulai terbuka dan mempelajari Islam. Pada saat Rosyid secara tersirat mengungkapkan niat itu pada orangtuanya, kontan ia mendapat perlawanan terutama dari Bapaknya. Bahkan sampai diusir. Rosyid benar2 pergi. Mengungsi di rumah temannya. Dan di rumah temannya inilah ia menemukan setitik pencerahan. 

Orangtua temannya (diperankan oleh Haddad Alwi) adalah orang taat agama juga. Di meja makan Rosyid bertanya tentang hukum perkawinan beda agama dalam islam. Dan ini salah satu scene favoritku. Jawaban Haddad Alwi_gue lupa nama die di film siapa_gini kurang lebih: 

“Dalam islam, kalau laki2nya yang muslim ada yang membolehkan, tapi ada juga yang melarang. Kalau wanitanya yang muslim, hampir semua melarang” selanjutnya dia Tanya ke Rosyid. “Rosyid agamanya apa? Tuhannya siapa?” 

“Islam, Allah” jawab Rosyid.

“Nah, sekarang Ami_Arabnya Paman_tanya, sejauh mana Rosyid udah kenal sama agama Rosyid, sama TuhanNya Rosyid?” 

Hening..

“Jangankan Rosyid, Ami aja yang udah setua ini nggak berani jawab. Ami ini masih yaah.. seujung kuku aja belum ada dalam mempelajari Islam. Jadi jangan sok2 bisa ngambil kesimpulan tentang agama, kita masih butuh banyak belajar” lanjut Haddad Alwi

“Apalagi ini soal menikah. Yang sama2 islam aja nggak mudah, apalagi kalau beda. Saran Ami, kamu tanyakan lagi pada dirimu sendiri. Sholat istikharoh kalau perlu”

Begituuuuu… huh u hu.. keren ya.. Emang harus terus belajar. Never ending learning. Trus Rosyid sholat istikharoh, berdo’aaaaa… 

Disisi lain, Delia melakukan hal yang sama. Dia berdo’a di Gereja. Melakukan pengakuan dosa. Membaca-baca buku tentang Islam. Dan berdiskusi dengan orangtua. Ini juga touching:
“Papa pernah bilang kan, kalau di dunia ini nggak ada yang kebetulan? Delia ketemua Rosyid juga pasti bukan kebetulan kan Pa? Pasti ada maksud dari Tuhan mempertemukan kita” huaaa huaaa... iyaa emang Del, tapi emang sering juga maksudNya itu bukan buat ngejodoin, Cuma buat pemanis cerita idup aja. Atau supaya kita memahami sesuatu, semacam dijedotin biar sadar. *tambahankata2dariku T_T

Scene2 Rosyid dan Delia dengan orangtuanya masing2 ini bener2 mengharukan. Tentang sosok Ayah, sosok Ibu. Yang masing2 punya cara sendiri untuk mencintai anaknya. Dan memang satu kata permohonan ibu itu sering lebih manjur daripada seribu wejangan dan retorika Ayah. Dan satu pengertian Ayah itu penguat yang sangat berarti bagi anak. Hwaaaa… 

Akhirnya, sebenernya kedua orangtua masing2 sudah pasrah. Sudah menyerahkan segala keputusan sama anak mereka, tapi justru ini yang membuat hati mereka melunak. Lebih realistis. Lebih sadar akan situasi. “Yaah.. kita liat aja nanti” kata Rosyid. Kata2 yang sebelumnya tak dipahami dan tak disetujui Delia. Seperti suatu hal yang nggak pasti banget. *jujur aku juga berpendapat gitu Delia. Heu. Tapi pada akhirnya Delia ngerti *akujuga, bahwa ya memang begitulah hidup. Kita tu nggak tau apa yang akan terjadi setelah ini. Jadi yaa.. kita liat aja nanti…

Waktu itu malam saat Rosyid tampil dipanggung mendeklamasikan puisi. Dihadiri orangtua Rosyid, orangtua Delia juga Nabila. Dipanggung, saat mereka semua sudah pulang, percakapan dua insane itu terjadi. Tentang keputusan yang mereka ambil. Mereka sepakat untuk mengakhiri meski tidak tegas. Untuk tidak melanjutkan meski sadar ada kemungkinan2 lain di depan. Maka mereka berkata itu tadi “Kita liat aja nanti”. Dan scene ditutup dengan Delia ngajak Rosyid nari ala-ala timur tengah gitu, yang diiringi music gambus. Delia nari sambil nangis. Mereka saling berpandangan. Hwaaa emang romantic itu nggak harus pake peluk n cium kokkkk… pinter ni sutradara :D

Ending kisahnya dijelasin pake tulisan. Atau epilog. Jadi si Rosyid akhirnya nikah sama gadis aceh, waktu dia jadi relawan tsunami. Delia nikah sama orang luar negeri, kenal saat dia studi s2 di luar negeri. Nabila nikah sama pengusaha. Heee… happy ending jugag.
Yah yah.. emang gitu sih manusia. Pada saat ngalamin sesuatu yang sedih tuuuu kayak2 udah mau kiamat dunia. Sedihhh bingittt.. padahal kalau diterusin idupnya juga bakal ada cerita2 lanjutan yang membahagiakan. *ngaca!

Hikmahnya, salah satunya, memang cinta itu bukan segala-galanya. Perasaan menggebu absurd penuh energi itu bagaimanapun harus kita kendalikan. Bukan sebaliknya. Nanti juga ada kisah lain. Ada cinta lain. Gitu! Ngerti ora son! *waaa..tapikan *jedot2inkepala.

Oyaaaa.. ada satu lagi yang ketinggalan diceritain. Tentang Nabila. Gadis manis, santun dan berkerudung. Ceritanya dia ini dikenalin sama sodara Rosyid ke Rosyid. Niatnya siapa tau Rosyid suka. Di perjalanannya, Rosyidnya biasa aja. Tapi Nabilanya nggak biasa. Emang sebelum dikenalinpun Nabila emang udah sering liat Rosyid baca puisi. Nah, pas udah kenal puisi jadi bahan obrolan mereka. Nabila suka dikasih puisi sama Rosyid. Tanpa tendensi apa-apa. Pas pada akhirnya keluarga Rosyid tanpa seijin Rosyid melamar Nabila, Nabila udah seneng banget. Tapi rosyid marah2. Besoknya Nabila minta kejelasan. Eeeee.. malah ketemu Delia. Nabila akhirnya ngerti sendiri sebelum Rosyid sempat menjelaskan. Tapi Rosyid tetap memberi penjelasan, supaya ada pengertian. Rosyid ke rumah Nabila ujan2. Di percakapan mereka, intinya Rosyid nanya kenapa dia mau menerima tawaran untuk dinikahkan dengannya, dan apakah Nabila mencintainya?. Nabila jawab, bahwa dia Cuma mau bahagiaan orang tua. Dan waktu ditanya apakah dia mencintai Rosyid, dia Cuma geleng. Tapi sambil nangis. Akhirnya, Rosyid bilang kalau dia nggak bisa nikahin Nabila. Karena mereka nggak saling cinta. Dia pamit pulang. Nabila menahannya sambil nangis, bilang kalau masih hujan. “Biarin” kata Rosyid. 

Haaaaa… another good scene. Anak TK yang masih ingusan juga kalau liat ni film dari awal bisa tau kalau Nabila tu suka sama Rosyid. Haaa.. dasar Rosyid dodoooooollllll… nggak sensitippppppp… Dan ini inspiring banget bagiku… Buat perempuan, seberapapun hebatnya perasaan yang ia miliki terhadap lelaki, pantang untuk mengatakan dengan lugas kosakata “cinta”. Itu Cuma boleh diucapin ke suami. Titik. Dan airmata lah yang pada akhirnya menjadi wakil bagi kekata yang tak mampu diucap. Jangan Tanya kenapa. Aku juga nggak tau. Heu. T_T

Tapi yaa.. sudahlah. Kalaupun Rosyid sensitip juga nggak akan ngerubah jalan cerita. Emang penting perasaan Nabila buat dia? Sama nggak pentingnya dengan kalau Nabila bilang Iya, ketika ditanya apakah dia cinta Rosyid? It never can change anything. Paling Cuma nambahin drama. Dari awal Rosyid emang nggak ada niat. Titik. Maka, keputusan Nabila disini bener. Untuk tetap diam. Dan terjagalah izzahnya. Karena sudah jelas yang jadi pertimbangan Rosyid bukan perasaan Nabila. Tapi kenyamanannya. Dia juga masih kalut sama masalah dia sendiri.

So keep in silent girls. Lelaki itu, kalo udah niat nikah ya nikah aja. Nggak peduli kamu diem aja, bahkan kamu tolak dia dan usir2 dia sekalipun. He will keep in trying to get you. Ga punya duit juga gimana caranya, gadein motor kalo perlu. Sebaliknya, mau kamu mohon2 sampe nangis2 darah, kalau dia belum punya tekad dan niat kuat buat nikah ya ga bakal dia nikahin kamu. Meski kamu udah rela dipacarin 10 tahun sekalipun! Kecuali kamu hamil *inimahekstrim, biasanya di sinetron gituuu.. percaya deh, yang gitu2 Cuma nambahin drama aja. Keyakinan emang gabisa dipaksain. Berdo’a aja. *iniapasih :p

Yaahhh well,, cerita film ini emang sederhana, nggak rumit dan dipaksa2in biar bisa mengesankan penonton, yang seolah makin rumit dan makin gak ketebak ceritanya makin berkualitas. Nggak. Biasa aja kok. But meaningfull. Kalau kamu pernah liat film CINTA (Cina dan Annisa), kamu bisa bandingkan. 

Gambar dari sini

Share:

0 komentar:

Posting Komentar