Minggu, 17 Juni 2012

Cemburu pada Delisa

Judul : Hafalan Shalat Delisa
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Tahun terbit : 2005
Jml halaman : 248 halaman
Perolehan : Minjem punya Mb.If “insentif kedua” katanya :D

Kisah ini adalah tentang keikhlasan. Tentang berbuat segala seuatu hanya karena Allah. Kisah ini adalah tentang kalung, yang dijanjikan akan dihadiahkan oleh ibunya Delisa jika dia sudah bisa melakukan sholat sendiri lengkap dengan bacaan-bacaannya. Kalung dengan huruf D menggantung sebagai liontinnya.

Bersetting di serambi mekah, Aceh, novel ini diceritakan dengan sudut pandang orang ketiga. Penulis menceritakan dengan indah kisah kepolosan anak bernama delisa. Polos yang sungguh polos. Anak seusianya tentu saja masih melakukan hal-hal atas dasar kesenangan semata, mana dia tau tentang ikhlas dan melakukan sesuatu karena Allah. Termasuk betapa gigihnya ia dalam menghafalkan bacaan-bacaan sholat karena iming-iming kalung dari ibunya. Juga ketika ia berkata “Aku mencintai Ummi karena Allah..” hingga membuat umminya terharu. Ternyata itu pun ia lakukan karena ia dijanjikan akan mendapat hadiah dari ustadznya, jika ia melakukannya sampai umminya menangis. Dan delisa pun mendapatkannya, mendapatkan coklat dari ustadznya.

Hingga sampai pada saat bencana tsunami melanda aceh, yaitu saat Delisa sedang menghafalkan bacaan sholatnya di depan guru sekolahnya. Seketika semua berubah 180 derajat. Semua keluarga delisa tewas kecuali Ayahnya, karena memang Ayah Delisa sedang tidak ada di tempat. Ia sedang bertugas di luar negeri. Dan satu yang masih belum jelas keberadaannya: Ummi Delisa. Berhari-hari Delisa tersangkut di semak-semak dan tak ada yang menolongnya, sampai pada saat salah satu tentara dari Helikopter Superpuma menemukannya.

Delisa selamat dengan satu kaki harus diamputasi karena luka parah hingga membusuk. Ayahnya yang langsung terbang ke aceh dari kanada terus berupaya mencari anggota keluarganya yang selamat. Pada akhirnya ia bertemu dengan Delisa. Berdua, mereka mencoba menjalani hari-hari dengan canggung. Namun demikian delisa tetaplah anak yang polos dan periang. Meski ia sempat menangis tersedu-sedu mengetahui ketiga kakaknya yang telah tiada dan umminya yang belum kunjung ditemukan, ia tetap bisa menerimanya. Tiap sepekan sekali ia berkunjung ke pemakaman massal, bercerita kepada ketiga kakaknya yang terkubur disana.

Ada satu hal yang sangat mengganggu Delisa, saat bencana itu terjadi ia sedang mengahafalkan bacaan sholatnya. Dia merasa sudah bisa melakukannya. Tapi kini, ia sangat sulit sekali untuk mengingat, bahkan sedikit dari semua bacaan sholat itu. Ia juga begitu merindukan ibunya, dan merasa Allah sangat tidak adil padanya, melihat ummi salah satu teman baiknya telah kembali. Ia terus berontak, kenapa umminya tak kunjung kembali??!! Sampailah ia sakit dan tak sadarkan diri, di tengah sakitnya itu, ia bermimpi bertemu dengan umminya. Delisa seperti mengalami pengalaman spiritual tentang makna sebuah kata ikhlas. Bahwa tidak boleh melakukan sesuatupun bukan karena Allah. Hingga akhirnya ia mengerti.

Hafalan sholat itu, seperti kembali menempel dalam ingatannya. Ia bisa melafadzkannya begitu saja. Dan ia juga mengerti apa yang Allah kehendaki atas dirinya.

Pada akhirnya di sebuah perjalanan pulang dari mengaji, delisa yang hendak mencuci tangan di sungai menemukan hadiah terindah yang ia impikan selama ini, hadiah yang tidak boleh dilihat sebelumnya, hadiah jika ia bisa menghafal bacaan sholat, hadiah dari umminya. Kalung indah berliontinkan huruf D tergeletak di seberang sungai tempatnya mencuci tangan.

Disini, para pembaca akan dibuat terkagum dan terharu akan pengalaman spiritual seorang gadis kecil nan polos bernama Delisa ini. Gadis yang baru berumur 6 tahun. Betapa disayangnya ia oleh Allah, hingga diusianya yang masih sangat belia itu telah diberi pelajaran mengenai makna ikhlas. Ikhlas kata yang sulit tereja oleh laku. Bahkan pada tiap lembaran kejadian yang tertulis dalam novel itu, sang penulis memberikan tanda bintang dan keterangan di bawahnya sebagai catatan kaki. Keterangan, betapa irinya ia dengan gadis kecil bernama Delisa ini. Tentang hal-hal luar bisaa yang terjadi pada diri anak kecil ini. Betapa ia seperti diasuh langsung oleh tangan-tangan malaikat. Saat ia terdampar berhari-hari, menemukan segunduk apel untuk dimakan dan air hujan untuk diminum, saat tentara menemukannya karena tubuhnya yang bersinar, dan pengalaman-pengalaman spiritualnya yang mengajarkan makna ikhlas dan memahami hidup. Ya, pada anak berusia 6 tahun itu penulis cemburu. Begitupun aku.

Oya, sebenarnya aku membaca novel ini sudah sejak 4 tahun silam di terbitan pertamanya. Saat membuat ringkasan ini dan membuka halaman-halamannya lagi, sensasinya masih sama seperti saat membacanya 4 tahun silam.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar