Judul : Hafalan Shalat Delisa
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Tahun terbit : 2005
Jml halaman : 248 halaman
Perolehan : Minjem punya Mb.If “insentif kedua” katanya :D
Kisah
ini adalah tentang keikhlasan. Tentang berbuat segala seuatu hanya
karena Allah. Kisah ini adalah tentang kalung, yang dijanjikan akan
dihadiahkan oleh ibunya Delisa jika dia sudah bisa melakukan sholat
sendiri lengkap dengan bacaan-bacaannya. Kalung dengan huruf D
menggantung sebagai liontinnya.
Bersetting di serambi mekah,
Aceh, novel ini diceritakan dengan sudut pandang orang ketiga. Penulis
menceritakan dengan indah kisah kepolosan anak bernama delisa. Polos
yang sungguh polos. Anak seusianya tentu saja masih melakukan hal-hal
atas dasar kesenangan semata, mana dia tau tentang ikhlas dan melakukan
sesuatu karena Allah. Termasuk betapa gigihnya ia dalam menghafalkan
bacaan-bacaan sholat karena iming-iming kalung dari ibunya. Juga ketika
ia berkata “Aku mencintai Ummi karena Allah..” hingga membuat umminya
terharu. Ternyata itu pun ia lakukan karena ia dijanjikan akan mendapat
hadiah dari ustadznya, jika ia melakukannya sampai umminya menangis.
Dan delisa pun mendapatkannya, mendapatkan coklat dari ustadznya.
Hingga
sampai pada saat bencana tsunami melanda aceh, yaitu saat Delisa sedang
menghafalkan bacaan sholatnya di depan guru sekolahnya. Seketika semua
berubah 180 derajat. Semua keluarga delisa tewas kecuali Ayahnya,
karena memang Ayah Delisa sedang tidak ada di tempat. Ia sedang
bertugas di luar negeri. Dan satu yang masih belum jelas keberadaannya:
Ummi Delisa. Berhari-hari Delisa tersangkut di semak-semak dan tak ada
yang menolongnya, sampai pada saat salah satu tentara dari Helikopter
Superpuma menemukannya.
Delisa selamat dengan satu kaki harus
diamputasi karena luka parah hingga membusuk. Ayahnya yang langsung
terbang ke aceh dari kanada terus berupaya mencari anggota keluarganya
yang selamat. Pada akhirnya ia bertemu dengan Delisa. Berdua, mereka
mencoba menjalani hari-hari dengan canggung. Namun demikian delisa
tetaplah anak yang polos dan periang. Meski ia sempat menangis
tersedu-sedu mengetahui ketiga kakaknya yang telah tiada dan umminya
yang belum kunjung ditemukan, ia tetap bisa menerimanya. Tiap sepekan
sekali ia berkunjung ke pemakaman massal, bercerita kepada ketiga
kakaknya yang terkubur disana.
Ada satu hal yang sangat
mengganggu Delisa, saat bencana itu terjadi ia sedang mengahafalkan
bacaan sholatnya. Dia merasa sudah bisa melakukannya. Tapi kini, ia
sangat sulit sekali untuk mengingat, bahkan sedikit dari semua bacaan
sholat itu. Ia juga begitu merindukan ibunya, dan merasa Allah sangat
tidak adil padanya, melihat ummi salah satu teman baiknya telah
kembali. Ia terus berontak, kenapa umminya tak kunjung kembali??!!
Sampailah ia sakit dan tak sadarkan diri, di tengah sakitnya itu, ia
bermimpi bertemu dengan umminya. Delisa seperti mengalami pengalaman
spiritual tentang makna sebuah kata ikhlas. Bahwa tidak boleh melakukan
sesuatupun bukan karena Allah. Hingga akhirnya ia mengerti.
Hafalan
sholat itu, seperti kembali menempel dalam ingatannya. Ia bisa
melafadzkannya begitu saja. Dan ia juga mengerti apa yang Allah
kehendaki atas dirinya.
Pada akhirnya di sebuah perjalanan
pulang dari mengaji, delisa yang hendak mencuci tangan di sungai
menemukan hadiah terindah yang ia impikan selama ini, hadiah yang tidak
boleh dilihat sebelumnya, hadiah jika ia bisa menghafal bacaan sholat,
hadiah dari umminya. Kalung indah berliontinkan huruf D tergeletak di
seberang sungai tempatnya mencuci tangan.
Disini, para pembaca
akan dibuat terkagum dan terharu akan pengalaman spiritual seorang
gadis kecil nan polos bernama Delisa ini. Gadis yang baru berumur 6
tahun. Betapa disayangnya ia oleh Allah, hingga diusianya yang masih
sangat belia itu telah diberi pelajaran mengenai makna ikhlas. Ikhlas
kata yang sulit tereja oleh laku. Bahkan pada tiap lembaran kejadian
yang tertulis dalam novel itu, sang penulis memberikan tanda bintang
dan keterangan di bawahnya sebagai catatan kaki. Keterangan, betapa
irinya ia dengan gadis kecil bernama Delisa ini. Tentang hal-hal luar
bisaa yang terjadi pada diri anak kecil ini. Betapa ia seperti diasuh
langsung oleh tangan-tangan malaikat. Saat ia terdampar berhari-hari,
menemukan segunduk apel untuk dimakan dan air hujan untuk diminum, saat
tentara menemukannya karena tubuhnya yang bersinar, dan
pengalaman-pengalaman spiritualnya yang mengajarkan makna ikhlas dan
memahami hidup. Ya, pada anak berusia 6 tahun itu penulis cemburu.
Begitupun aku.
Oya, sebenarnya aku membaca novel ini sudah
sejak 4 tahun silam di terbitan pertamanya. Saat membuat ringkasan ini
dan membuka halaman-halamannya lagi, sensasinya masih sama seperti saat
membacanya 4 tahun silam.
Minggu, 17 Juni 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar